Sabtu 30/9 kemarin adalah genap dua tahun operasi militer Rusia di Suriah. Kita melihat beberapa kemenangan besar dari pasukan Suriah yang memunculkan harapan berakhirnya konflik berdarah enam tahun ini tapi juga muncul resiko muncul perang baru disekitar Sungai Eufrat dengan didukungnya minoritas Kurdi oleh Israel untuk mendirikan Negara boneka barunya. Walaupun AS mengaku tidak mendukung referendum Kurdi tapi faktanya AS dan Israel adalah pendukung senjata dan pendanaan Kurdi yang bernafsu menguasai ladang ladang minyak Suriah disekitar sungai Eufrat. Fakta ini bisa saja secara cepat menyulut eskalasi konflik langsung antara Rusia dan AS.
Serangan Rusia terhadap teroris di Suriah secara resmi dimulai pada 30 September 2015, setelah beberapa minggu mempersiapkan basis operasi di dekat Latakia dan mengangkut aset militer di sana.
Berbeda dengan keberadaan AS yang tidak diundang oleh pemerintah Suriah, Rusia datang atas permintaan resmi dari pemerintah Suriah bahkan presiden Putin harus menunggu persetujuan parlemen Rusia sebelum mengirim pasukan ke Suriah, Moskow mengatakan bahwa keterlibatannya diperlukan untuk mencegah pasukan teroris mengambil alih negara tersebut dan mengubahnya menjadi sarang terorisme dunia.
Berikut adalah peristiwa2 besar yang terjadi selama dua tahun operasi militer Rusia Suriah :
Aleppo Direbut Kembali
Pasukan Suriah dibantu Rusia merebut kembali Aleppo Pada bulan September 2016 salah satu kota industri terbesar Suriah. Pada saat itu Kota ini dibagi menjadi dua bagian yang hampir sama, dengan bagian barat yang dikendalikan oleh pasukan Suriah dan bagian timur yang dipegang oleh beberapa kelompok bersenjata yang menentangnya. Di antara militan yang berdiri disisi ‘pemberontak’ adalah adanya kelomok penting yang signifikanis yang dikenal sebagai Front Al-Nusra (kelompok yang didanai Saudi).
Pembauran kelompok tersebut merupakan sumber ketegangan yang terus-menerus antara AS dan Rusia, dimana Washington menuduh Moskow menargetkan kelompok “moderat” di Aleppo, dan Moskow mengeluh karena AS tidak mau menekan pemberontak guna memisahkan diri antara pemberontak “sebenarnya” (pemberontak Suriah) dengan teroris. Kegagalan ini dipandang Rusia sebagai faktor utama yang menyebabkan rusaknya gencatan senjata disetujui oleh kedua negara di bawah pemerintahan Obama, yang diikuti serangan ke Aleppo.
Kombinasi antara pertempuran kota dikombinasikan dengan kelompok pemberontak yang menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup mengakibatkan korban tewas yang besar diAleppo. Tuduhan bahwa Rusia telah mengorbankan banyak warga sipil dikeluarkan oleh para politisi Barat dan mainstream medianya, mereka menggunakan istilah istilah seperti “kejahatan perang” dan “barbarisme”.
Faktanya, beberapa bulan setelah direbutya Aleppo oleh Tentara Suriah ratusan ribu orang pengungsi dengan suka cita kembali ke Aleppo,
Kehilangan Palmyra & direbut kembali
Ditengah kemenangan yang diperoleh pasukan Suriah di Suriah barat, pasukan Damaskus malah mengalami kemunduran di Palmyra, sebuah kota kuno dan bersejarah di bagian tengah negara tersebut. Kelompok teroris IS (sebelumnya ISIS / ISIL) mengumpulkan kembali kekuatan yang besar dan merebut kembali kota tersebut.
Pembebasan Palmyra merupakan pencapaian penting bagi Operasi militer Rusia di tahun 2016, sehingga kehilangan kembali Palmyra ke ISIS adalah merupakan pelecehan BAGI Suriah dan Rusia. Pada bulan Maret Pasukan Suriah sukses membebaskan kembali Aleppo dan memaksa ISIS keluar dari Palmyra.
Operasi Deir Ezzor
Untuk saat in pasukan Suriah dan Rusia terfokus pada pembebasan kembali provinsi Deir ez-Zor di Suriah timur . Deir ez-Zor adalah Ibukota provinsi yang selama beberapa tahun (lebih 3 tahun) dikepung oleh ISIS dimana militan mengendalikan area pedesaan dan pinggiran kota, sedang pasukan yang loyal pemerintah memegang kendali pusat kota tersebut. Jalur pasokan logistik dan senjata tidak bisa dilakukan lewat darat karena blokade teroris, Pasukan yang didalam kota hanya bergantung pada bantuan yang dijatuhkan lewat udara untuk bisa terus berjuang.
Blokade oleh teroris tersebut akhirnya dipatahkan pada awal September 2017, sebuah perkembangan yang menurut Rusia merupakan titik balik untuk mengalahkan ISIS di Suriah. Saat ini, sekitar 87 persen wilayah Suriah berada di bawah kendali Damaskus, menurut perkiraan Kementerian Pertahanan Rusia.
[ads-quote-center cite=”]Kelompok ISIS masih menguasai sebagian kota Raqqa, sebuah kota yang diklaim sebagai ‘ibukota ISIS diSuriah’, namun diperkirakan akan jatuh ke tangan Pasukan Demokratik Kurdi Suriah (SDF) yang diDUKUNG tentara AS sebelum akhir tahun ini.[/ads-quote-center]
Serangan ke Deir ez-Zor juga ditandai dengan kerugian paling signifikan dalam sejarah modern militer Rusia. Letnan Jenderal Valery Asapov, anggota senior penasihat Rusia yang membantu Tentara Suriah, terbunuh bersamaan dengan dua orang pembantunya dalam baku tembak. Hal ini meningkatkan jumlah tentara Rusia yang tewas dalam operasi yang dilaporkan oleh Kementerian Pertahanan mencapai 35 orang.
Melihat kekalahan demi kekalahan yang diderita ISIS, perhatian kelompok ISIS rupanya mulai beralih ke bagian lain dunia seperti Libya (juga Afghanistan dan asia tenggara).
Keberadaan Pasukan AS
Presiden AS Donald Trump yang selama masa kampanye pemilu berjanji mengubah kebijakan AS era Obama di Suriah dan akan membuat kesepakatan kerjasama dengan Rusia untuk mengalahkan ISIS, ternyata fakta yang terjadi adalah justru semakin banyak menimbulkan kebijakan yang kontraproduktif di Suriah dan bahkan lebih meningkatkan risiko konflik bersenjata AS dengan Rusia.
Serangan pertama pasukan AS ke pasukan Suriah dimulai dengan sebuah insiden di Khan Shaykhun, sebuah kota kecil di gubernur Idlib yang dikendalikan oleh pemberontak.
Tapi Insiden tersebut malah (diputarbalikkan) digambarkan oleh Gedung Putih sebagai serangan senjata kimia oleh pemerintah Suriah, dengan dukungan media barat yang konsisten mendukung kampanye tersebut sambil menolak bukti dan argumen yang bertentangan. Sejauh ini, tidak ada investigasi yang dilakukan di tempat yang diduga dilakukan oleh pengawas internasional.
Trump memanfaatkan momen tersebut untuk mendapatkan pujian domestik , saat dia memerintahkan serangan rudal Tomahawk untuk menghancurkan pangkalan udara Suriah yang mereka tuduh tanpa bukti sebagai tempat dari mana serangan kimia itu diluncurkan. Dia bahkan membual tentang hal itu kepada presiden Cina Xi Jinping saat berkunjung ke China yang tidak ditanggapi oleh Xi.
Serangan unjuk kekuatan AS dengan Tomahawk itu dilaporkan hanya berdampak minimal pada kemampuan militer Damaskus. Serangan Ini juga membuka jalan bagi kehadiran AS yan lebih banyak di Suriah. Di bawah pemerintahan Obama ini pasukan AS hanya melakukan operasi kecil terbatas seperti operasi pasukan khusus skala kecil, namun Trump membiarkan Pentagon mengirim Marinir AS lengkap dengan artileri dan senjata berat lainnya, secara de facto AS telah menduduki beberapa bagian dari Suriah.
Seperti halnya operasi udara oleh koalisi pimpinan AS diwilayah udara Suriah yang jelas Ilegal, namun penempatan senjata di Suriah tanpa ijin pemerintah setempat jelas menunjukan bahwa AS telah mengabaikan hukum internasional.
Meningkatnya Friksi Rusia-AS Dan Perebutan Emas DiSungai Eufrat.
Pasukan AS mendukung pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah koalisi milisi yang didominasi oleh pejuang Kurdi, dimana AS memilih orang-orang Kurdi Turki itu untuk mengepung Raqqa. Keputusan tersebut selanjutnya membuat hubungan Washington dengan Turki sekutu NATOnya meregang, yang melihat pemberdayaan Kurdi di Suriah atau Irak sebagai dukungan tidak langsung dari gerilyawan Kurdi di wilayahnya sendiri.
Dukungan Amerika terhadap milisi di Suriah tidak hanya berupa senjata dan pelatihan. Selama beberapa bulan terakhir, pasukan Amerika telah beberapa kali menyerang pasukan yang setia ke Damaskus karena diduga melanggar batas zona yang dikendalikan AS.
Yang lebih penting lagi, SDF memiliki agendanya sendiri yang tidak sekedar untuk mengalahkan ISIS, dan tujuan itu bertentangan dengan tujuan pasukan Suriah.
Ladang minyak di provinsi Deir ez-Zor mungkin masih berada di bawah kontrol ISIS, namun fihak mana pun yang berhasil menguasainya akan memiliki peluang mengambil keuntungan dari ekplorasi minyak di masa depan.
Ketegangan antara kelompok lokal tampaknya menyiratkan siapa sebenarnya penyokong asing mereka. Bulan ini Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan bahwa ketegangan di Suriah telah berubah menjadi semakin menuju permusuhan dengan AS.
Moskow menyalahkan Washington karena memicu serangan ISIS pada pekan lalu dari kantor gubernur Idlib, yang menyerang tiga lusin polisi militer Rusia.
Media Rusia melaporkan bahwa tuduhan tersebut terjadi setelah informasi posisi unit itelijen Rusia yang diinformasikan ke tentara AS, telah dibocorkan kepada kelompok pemberontak “moderat” Suriah dan kemudian bocor ke kelompok ISIS untuk kemudian melakukan serangan ke area tersebut.
Seorang diplomat senior Rusia menghubungkan terbunuhnya seorang Jenderal Rusia diSuriah itu dengan sikap “kemunafikan” Amerika selama ini.
Resiko konfrontasi militer langsung antara Rusia dan AS di Suriah nampaknya akan semakin meningkat.
the admin
Mungkinkan yg dimaksud Gempa diantara 3 tempat tanda2 kiamat adalah Gempa Politik.
Sebelah timur : Referendum Kurdi / Papua (IND)
Sebelah barat : Referendum Catalonia (SPN)
Jazirah Arab : Referendum Mekkah & Madinah (Akan Datang)
Wallahualam
Masih agak sulit disimpulkan apa yg dimaksud adalah gempa fisik atau gempa politik (peperangan), karena kita blm temukan hadist pendukung yg cukup untuk menyimpulkan. Untuk Sementara analisa kita kemungkinan yg dimaksud adalah 3 perang besaryaitu Kehancuran teluk arab saat ini, perang nuklir disemenanjung Korea (timur) , dan perang nuklir antara Nato dan blok AS (barat).