Menurut Kepala Staf Angkatan Udara AS, serangan nuklir dapat diredam (mitigated) dengan tiga langkah yang harus dilakukan secepat mungkin. Langkah-langkah ini dirancang untuk menghancurkan rudal balistik yang datang, serta melakukan serangan balasan yang sukses.
Pada hari Selasa 2/7 kemarin, Kepala Staf Angkatan Udara AS Jenderal David Goldfein, memberikan gambaran tentang respon AS jika daratan Amerika mendapat serangan nuklir. Seperti misalnya serangan dari Rusia yang senjata nuklirnya paling kuat. Dia menguraikan tiga langkah yang akan diambilnya jika terjadi keadaan darurat nuklir.
Langkah pertama, menurut Goldfein adalah mengontak NATO.
“Yang pertama harus dihubungi adalah Komandan NATO Tertinggi diEropa Jenderal Tod Wolters yang akan memberi tahu saya apa yang dia butuhkan untuk segera bergabung dengan pasukan NATO guna menghentikan aktivitas musuh dan melumpuhkan langkah mereka.
Berdasarkan kecepatan yang dimiliki komponen udara dan ruang angkasa, dia berharap Angkatan Udara AS akan menjadi fihak pertama yang hadir dengan kekuatannya”, kata Goldfein.
Guna merespon terhadap serangan nuklir, AS dan NATO akan melancarkan serangan balik udara besar-besaran, menggunakan semua jenis pesawat dari pesawat tempur F-35 dan F-22 sampai dengan pembom strategis B-2.
Menurut Goldfein, para petugas akan menghadang rudal balistik antar benua (ICBM) disaat rudal musuh baru naik ke luar atmosfer Bumi. Jika tidak, maka pesawat tempur F-35 yang dalam beberapa tahun kedepan akan dilengkapi dengan senjata nuklir, akan menyerang aset musuh, termasuk situs peluncuran rudal nuklirnya, sementara pesawat tempur F-22 diutamakan untuk melawan pesawat musuh.
Pesawat pembom B-2 akan ditugaskan untuk menghancurkan pertahanan udara musuh, atau lokasi peluncuran nuklir musuh atas perintah khusus presiden AS, guna menghancurkan seluruh kota.
AS dan NATO memiliki pesawat dan sistem pertahanan rudal yang diposisikan di garis depan seperti diRumania, Polandia dan daerah-daerah penting lainnya yang strategis (dekat Rusia), kata Goldfein.
NATO akan bergantung pada sistem pertahanan rudal “Aegis” yang ditempatkan didaratan Eropa, dan pada kapal perusak dan kapal penjelajah yang dapat ditempatkan lebih dekat dengan wilayah musuh, dalam hal ini adalah Rusia.
Goldfein juga mengatakan, ditahun mendatang AS dan NATO juga akan bergantung pada senjata “laser, senjata Railgun Electromagnetic, dan Projektile hypervelocity” yang berbasis kapal.
Langkah kedua bagi Goldfein sebagai panglima Angkatan Udara adalah menghubungi Komando Pertahanan Angkasa Amerika Utara (NORAD).
NORAD ditugaskan untuk melindungi daratan AS dari serangan rudal balistik (ICBM). Untuk melakukan itu, dia mengandalkan pada pencegat rudal berbasis darat GBI (Ground based Interceptor), yang ditugaskan untuk membedakan antara hulu ledak yang asli dengan umpan palsu. Goldfein mengatakan AS telah berhasil menguji coba pencegatan ICBM dengan GBI, tetapi pencegat tersebut masih akan disempurnakan.
Secara khusus, pada awal tahun ini Raytheon (perusahaan pertahanan AS) telah meluncurkan “Exoatmospheric Kill Vehicle” (EKV), yang terbukti berhasil menghancurkan ICBM tiruan dalam uji coba pada bulan Maret lalu, dia bisa membedakan mana hulu ledak asli dan mana umpan palsu. Raytheon saat ini sedang bekerja mewujudkan pencegat generasi berikutnya yang akan mampu meluncurkan beberapa pencegat sekaligus, ini meningkatkan kemampuannya untuk “menghancurkan” (ICBM).
Langkah ketiga Goldfein adalah menghubungi Komandan STRATCOM (Strategic Command) Jenderal John Hyten yang kemudian akan mengirim perintah ke kapal selam bersenjata nuklir.
Kapal selam itu dirancang untuk mampu melakukan “serangan kedua” secara besar-besaran, yang akan “memastikan kehancuran bagi fihak manapun yang melancarkan serangan nuklir ke AS”,.
Menurut Goldfein, tiga langkah itu harus dilakukan secara bersamaan, dalam urutan tertentu, sehingga AS dapat mencapai perlindungan maksimum terhadap serangan nuklir.