Sejak awal perang sudah sangat jelas bahwa perang Suriah adalah perang yang diprakarsai Israel dibelakangnya dan menggunakan negara negara NATO dan beberapa sekutu arabnya , mereka adalah proxy (wakil) Israel untuk menghancurkan Suriah dan mengganti pemimpinnya dengan presiden yang pro Israel.
Setelah perang proxy dengan membentuk puluhan kelompok bersenjata, teroris dan pemberontak itu gagal menurunkan Assad, nampaknya tidak ada jalan lain bagi Israel sebagai dalang perang Suriah untuk menggunakan opsi perang terbuka. Ada dua kemungkinan yang akan dilakukan , Israel akan menyerang langsung atau menggunakan kekuatan NATO .
Kedua macam opsi itu akan menimbulkan dampak yang sama yaitu perang terbuka antar Super Power, karena jika Israel yang menyerang pasti akan didukung NATO dan sekutu Arabnya, difihak lain dibelakang Suriah ada Rusia, Iran dan China.
Pertemuan Netanyahu dengan Presiden Putin bebrapa hari lalu adalah dalam rangka menyatakan niat Israel untuk menyerang Suriah. Kali ini “alasan yang dibuat” adalah bahwa keberadaan pasukan Iran di Suriah adalah ancaman terbesar bagi Israel , dan Netanyahu menyebut ancaman Iran lebih besar dari pada ISIS.
Isu adu domba Shiah – Suni masih dipakai oleh Netanyahu dalam rencana serangan langsungnya ke Suriah ini dengan mempropagandakan bahwa “Iran membawa Shiah kelingkungan Suni akan membawa implikasi serius baik sehubungan dengan pengungsi dan tindakan teroris baru.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Israel siap untuk melakukan tindakan (militer) secara sepihak diSuriah untuk mencegah kehadiran militer Iran yang makin meluas di Suriah.
Israel khawatir kemenangan rezim Assad akhirnya bisa membuat Iran dengan sebuah garnisun permanen di Suriah dan memperbesar ancaman yang ditimbulkan oleh Hizbullah (terhadap Israel) yang didukung Iran di Lebanon ke utara.
Dalam pertemuan dengan Putin di sebuah resort di Sochi di Laut Hitam, Netanyahu mengatakan bahwa Iran berjuang untuk memperkuat pengaruhnya dari Teluk (arab) sampai ke Laut Tengah.
“Iran sudah siap untuk mengendalikan Irak, Yaman dan dalam prakteknya juga mengendalikan Lebanon,” kata Netanyahu kepada Putin.
Putin tidak menanggapi ucapan Netanyahu tentang Iran atau ancamannya untuk mengambil tindakan militer sepihak.
Sementara di PBB, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada wartawan bahwa zona de-eskalasi yang dibentuk di Suriah yang dijamin oleh Iran ,Turki dan Rusia adalah “kemajuan nyata dalam upaya untuk mengakhiri perang tragis itu”.
“Kami tahu posisi Israel terhadap Iran tapi kami berpikir bahwa keberadaan Iran di Suriah memainkan peran yang sangat konstruktif,” kata Nebenzia.
Difihak lain , Israel juga terus berusaha meyakinkan Washington bahwa Iran dan mitra gerilyanya (hezbollah) , menimbulkan ancaman yang lebih besar (terhadap Israel) di wilayah tersebut dari pada ISIS.
“Membawa Shi’ah ke dalam lingkungan Sunni pasti akan memiliki banyak implikasi serius baik yang berhubungan dengan pengungsi dan tindakan teroris baru,” Netanyahu mengatakan kepada wartawan Israel setelah pertemuan tiga jam yang keenam dengan Putin sejak September 2015.
Rusia sejauh ini telah menunjukkan kesabaran kepada Israel dengan menyiapkan komunikasi hotline militer untuk mencegah pesawat tempur atau unit anti-pesawat mereka bentrok secara tidak sengaja (dengan Israel) diatas Suriah.
Angkatan udara Israel mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya telah mencurigai adanya pengiriman senjata ke Hizbullah sekitar 100 kali di Suriah selama perang saudara diSuriah.
“Kami menghargai kepentingan Israel di Suriah,” kata Alexander Petrovich Shein, duta besar Rusia untuk Israel, kepada televisi Channel One. “Kalau menurut Rusia pasukan asing tidak akan tinggal (diSuriah).”
Menurut Zeev Elkin, seorang menteri kabinet Israel yang ikut dalam pertemuan Netanyahu di Sochi, mengatakan dalam sebuah wawancara radio setelah perundingan bahwa dia “tidak ragu bahwa [pertemuan] itu akan mengarah pada langkah-langkah praktis”.