PERDAGANGAN MATA UANG & KOMEDI AKHIR ZAMAN

 

Artikel pendek  ini  akan membahas perdagangan mata uang (Valas=Valuta asing/ Forex=Foreign exchange) online yang beberapa tahun ini marak seiring dengan menjamurnya perusahaan broker perdagangan valas online.

Dengan perdagangan Valas online ini membuat  transaksi  jual beli mata uang ini bisa dilakukan bahkan oleh seseorang yang tinggal dipelosok desa terpencil manapun hanya dengan  sebuah Smartphone,

Sangat mengerikan, dinegara Muslim terbesar didunia ini , promosi perdagangan Valas yang sarat unsur  ribawi ini bisa terjadi  begitu dahsyatnya di Medsos dan Televisi.

Sebuah acara promosi TV yang tayang tiap pagi  bahkan  mempromosikan software yang menjanjikan  keuntungan tanpa melakukan kerja apapun, semua transaksi sudah dilakukan secara otomatis oleh software itu. Hebatnya promosinya melibatkan  perempuan2  yang memakai Hijab… uhhh.

Sebuah akun FB perusahaan broker yang mempromosikan perdagangan valas online di FB bisa viral begitu dahsyatnya sehingga   di”like”  oleh 32 ribu orang dan video promosinya dilihat oleh 16 juta orang.

Kita sempat bertanya ke pemilik akun, dan tebak apa jawabannya ?.. “Kami menggunakan dasar Fatwa MUI  bernomor  28/DSN-MUI/III/2002”.

Wow…luar biasa ya…. Jawaban yang sangat mengagumkan,  jadi kali ini kita akan mengakaji cerita komedi (baca : tragedi) perdagangan valas ini, yang sebenarnya (jangan bilang siapa-siapa yaa…) transaksi ini sudah lama juga dilakukan oleh bank-bank yang pakai embel-embel islami tapi masih secara offline.     

Sebelum mulai kajian pendek ini, seperti biasa kami ucapkan  :

“Selamat datang diera akhir zaman “

Diamana yang haram bisa disulap menjadi halal,  sebuah era yang disebutkan hadist  semua orang memakan riba, dan yang tidak terlibat ribapun akan memakan debunya. 

 

 

 

Fatwa DSN MUI  Nomor  28/DSN-MUI/III/2002

Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa bernomor  28/DSN-MUI/III/2002 yang membolehkan transaksi jenis Spot  yaitu transaksi tunai atau dengan penundaan penyerahan  maksimal 2 hari, dan mengharamkan  transaksi jenis Swap, Forward dan Option dengan alasan tidak dilaksanakan secara tunai dan karenanya  mengandung unsur spekulasi yang disebabkan  fluktuasi nilai tukar. 

Dalam fatwa itu DSN juga  memberi pengecualian “boleh”  untuk transaksi “Forward dengan perjanjian” , jika dalam kondisi yang tidak dapat dihindari.  

Apakah fatwa MUI bernomor  28/DSN-MUI/III/2002 itu sebuah hukum yang sempurna? Tentu saja tidak karena Ulama pun juga bisa khilaf khan. Itulah kenapa banyak  fatwa DSN MUI selalu diakhiri kalimat :

“Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan , jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.”

Silahkan download Fatwa itu di link ini

 

Mari kita simak  Fatwa itu , Inti dari Fatwa bernomor  28/DSN-MUI/III/2002 itu adalah bahwa sebuah pertukaran antar mata uang akan dianggap haram jika :

  1. Transaksi itu dilakukan dengan tidak tunai.
  2. Transaksi itu mengandung unsur maisir (spekulasi).

 

Kita melihat, ada satu lagi kriteria yang terlupakan oleh fatwa bernomor 28/DSN-MUI/III/2002 itu, yaitu :

  • Bahwa sebuah transaksi pertukaran antara mata uang haruslah dilakukan dengan tanpa tujuan mendapatkan “nilai tambah” atau “tambahan” atau “keuntungan”.

 

Yang membuat kita terheran-heran adalah, bahwa Hadist yang menyebut salah satu kriteria penting ini  justru sudah masuk dalam daftar  No.5 dari referensi hukum Fatwa itu, tapi koq tidak dipakai sebagai dasar ya?  

Kita simak  Hadist itu :

        لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.

“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri,)

 

Tidak  perlu mengernyitkan dahi untuk memahami Hadist yang sangat terang benderang ini. Hadist ini adalah hadist paling lengkap diantara rujukan yang dipakai dalam fatwa itu, dimana menyebutkan  3 syarat dalam transaksi  pertukaran antar mata uang :

1Bahwa mata uang hanya boleh dipertukarkan dengan nilai yang sama.   Artinya jika dipakai untuk membeli emas , maka kedua jenis mata uang   itu harus mendapat  kadar dan berat  yang sama.

Untuk memahami maknanya kita ambil contoh, Jika 1 gram emas             diIndonesia  berharga  Rp.500.000 , dan 1 gram emas di AS dengan kadar yang sama adalah  $50, maka jika menukarkan Rp500.000 ke US$,  harus mendapat  US$50. Jadi Kurs yang harus diberlakukan  adalah Rp10.000/US$.  Sama nilainya bermakna : Kurs harus dihitung berdasar harga emas dengan kadar dan berat yang sama.

2. Bahwa antar mata uang tidak boleh diperjual belikan atau   dipertukarkan untuk mengambil “nilai tambah” atau “tambahan”  atau “keuntungan”

3Bahwa pertukaran atau jual beli antar mata uang harus dilakukan secara tunai.

 

 

Kesimpulan

DSN-MUI harusnya juga memakai Hadist No.5 pada rujukan fatwa itu sebagai dasar penentuan hukum, bukan sekedar dipasang dalam daftar referensi. Artinya harus menambahkan satu kriteria lagi dalam fatwa itu bahwa semua jenis pertukaran mata uang adalah haram jika ada unsur penambahan nilai (keuntungan), 

Jika Malaysia  berani  memberlakukan fatwa haram (paling tidak untuk transaksi individu) , kenapa kita tidak? Bukankah hukum Islam berlaku universal?

Ini adalah sebuah cerita komedi (baca: tragedi/cerita sedih)  diakhir zaman yang terjadi disebuah negara muslim terbesar didunia, karena Hadist menyebut riba adalah salah satu  dari 7 dosa papan atas. 

 

  • Lalu bagaimana caranya jika ingin mempertukarkan  uang dengan lebih halal misalnya dalam transaksi harian (spot)? 

Gampang, Bank Negara  atau Bank syariah harusnya  memfasilitasi pertukaran antar  mata uang bagi setiap individu (dan syukur-syukur juga korporasi)  dengan tanpa mengambil keuntungan.  

 

Sejak AS menyatakan tidak lagi mencetak US$ dengan dukungan emas pada tahun 1971, maka sebenarnya muncul masalah mendasar dalam “kehalalan” sistem keuangan global. Kita telah mengkaji hal ini dalam artikel sebelumnya.

Raksasa ekonomi Rusia dan China yang bukan negara muslim saja sudah mulai meninggal US dolar dan menggenjot cadangan emasnya. Tapi negara-negara muslim yang diberi petunjuk agama tentang sistem keuangan yang benar dan halal masih nyaman saja dengan sistem keuangan global ribawi (US$) itu.

Padahal dalam rekam jejaknya US$  telah puluhan kali memperbudak dan memiskinkan negara negara berkembang hanya dengan memainkan Kurs salah satunya dengan hanya memainkan suku bunga bank sentralnya. 

In sya Allah Kita akan membahas masalah yang mendasar  ini dalam artikel tersendiri.

 

WaAllahualam, mudah-mudahan bermanfaat.

 

This entry was posted in Islamic View and tagged , , , . Bookmark the permalink.

10 Responses to PERDAGANGAN MATA UANG & KOMEDI AKHIR ZAMAN

  1. Hugetoso says:

    Bagaimana kalau kita membeli emas batangan (atau properti, atau apa sajalah) dengan maksud untuk menjualnya di kelak kemudian hari saat harganya lebih tinggi? Haramkan?

    Orang menyebut ini “investasi”. Dan bila dipikir, bukankah investasi begini sama saja dengan forex, kecuali bahwa ia offline.

    • The admin says:

      Poin penting dari panduan agama adalah :
      1. Hanya logam mulia (Emas, perak dsb) yang halal dijadikan mata uang. Jika toh harus dibuat mata uang pengganti untuk alasan kepraktisan, seperti uang kertas, plastik atau mata uang digital, maka harus diterbitkan sesuai cadangan emas yg dimiliki.

      2. Bahwa antar mata uang tidak boleh diperdagangkan, hanya boleh dipertukarkan dengan syarat keduanya berbasis emas, artinya akan mendapat jumlah yang sama jika dipakai untuk menebus emas dikedua negara.

      3. Jika sebuah mata uang sdh berbasis emas, untuk apa ya menyimpan emas dengan tujuan investasi? khan harganya akan selalu sama dengan nilai uang.
      Yang anda bayangkan “emas sbg investasi” itu adalah ketika sistem keuangan saja belum halal (tidak berbasis emas).

      4. Hukum menimbun kekayaan/barang, baik emas/perak atau komoditi lain:

      “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (akan ada) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35).

      “Tidaklah orang melakukan ikhtikar (menimbun barang) itu melainkan berdosa” (HR Muslim 1605).
      “Siapa menimbun makanan kaum Muslimin selama empat puluh malam maka terlepas dari naungan Allah dan Allah melepaskan naungan darinya.” (HR. Ahmad).

      • zan says:

        hmm kalau beli emas dengan tujuan uang agar terhindar dari inflasi nilai uang masih diperbolehkan ya min??

        soalnya melihat KPR dan kredit2 lain yang riba nya super parah dan kenaikan harga tanah & barang tiap tahunnya, jadi lebih baik buat nabung emas aja…

        • The admin says:

          Boleh saja menumpuk harta, tp agama menuntun kita agar tidak berfikir pendek, bukan investasi hanya untuk cari selamat dunia, investasi juga untuk keselamatan diakherat. Setiap tahun sisihkan sebagian (minimal 2,5%) untuk dizakatkan atau untuk misi dijalan Allah. Kita kutip kembali ancaman Allah itu :

          “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (akan ada) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35).

  2. Dhika says:

    assalamu’alaikum min
    maaf agak OOT, tapi masih sedikit ada hubungan..

    saya kan pernah main saham, reksa dana bertahun2. tapi saya mau tarik seluruh uangnya dan menutup seluruh akun dari perusahaan trading saham & reksa dana. lalu saya berencana mau berbisnis yang lebih halal dari seluruh uang tersebut. yg jadi pertanyaan apakah boleh saya menggunakan seluruh uang tersebut karena sudah terlanjur tercampur dgn uang riba ?
    namun kalau tdk tutup akun, saya jadi membiarkan perusahaan itu tumbuh subur ?
    jadinya keduanya salah

    lalu bagaimana ayat & dalilnya yg membolehkan maupun yg tidak ?

    • The admin says:

      Ada beberapa pendapat soal saham. Ada yg berpedapat haram, karena pada prakteknya saham diperjual belikan, padahal saham pada dasarnya adalah uang, dan uang haram dijual belikan.
      Ada yg menganggap halal selama saham hanya ditujukan untuk mendapatkan deviden. Tapi dasarnya tidak kuat, karena menurut Qur’an transaksi ekonomi yang halal hanyalah jual beli, bisa berupa barang dan jasa (termasuk upah kerja).

      Menurut ayat berikut langsung saja berhenti, dan boleh diambil devidennya :

      Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya (terserah) kepada Allah.(QS. Al-Baqarah:275).

      Tapi lebih baik lagi kalau devidennya disedekahkan saja, sebagian atau semua:
      “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebahagian permulaan dari malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” QS. Hud: 114
      WaAllahualam.

      • Dhika says:

        waktu itu sudah bertahun2 main sahamnya. jadi sudah tidak tahu lagi brp deviden yg sudah didapatkan.

        jadi yang disedekahkan sebaiknya 2.5% jumlah keseluruhan uang atau seluruh uangnya saja yg disedekahkan ?
        kalaupun hrs disedekahkan seluruhnya apakah saya harus meminjam uang kpd orang lain utk usaha ?
        lalu apakah saya bisa mendap[atkan pahala dari sedekah karena dalilnya sedekah dari hasil riba tdk akan didapatkan ?

        • The admin says:

          Kalau lihat al Baqarh :275, jika berhenti total dari riba maka deviden transaksi terakhir boleh diambil, artinya boleh juga disedekahkan dan insya Allah mendapat pahala. Yg kita sarankan disedekahkan hanya sebagian atau seluruh deviden, bukan modal beli saham yg disedekahkan.
          Sedekah jumlahnya tidak ada ketentuan, makin besar makin baik. Tapi kalau 2.5% itu perhitungan zakat mal, itu beda soal.

          Kalau orang masih melakukan riba, tidak ada anjuran untuk sedekah, yang diwajibkan berhenti Riba dulu.

      • Randy says:

        Nupang tanya min, main saham itu sisi haramnya dmn ya, bukankah itu seperti kerjasama bagi hasil?

        • The admin says:

          Kalau kita baca fatwa MUI, mereka menghalalkan dng landasan hadits :
          “Rasulullah SAW bersabda, Allah Ta’ala berfirman:”Aku adalah Pihak ketiga dari dua Pihak yang berserikat selama salah satu Pihak tidak mengkhianati yang lainnya. Maka, apabila salah satu Pihak mengkhianati yang lain, Aku pun meninggalkan keduanya” (HR Abu Dawud, al-Daraquthni, al-Hakim, dan al-Baihaqi).

          Hadits itu maknanya masih samar, terutama apa yg dimaksud dengan bersyarikat, sementara tidak ada penjelasan/ dukungan kuat dari hadits lain. Juga saham bukanlah transaksi jual beli, sedang menurut dalil tertinggi (Qur’an), yang dihalalkan itu hanya jual beli.( al baqarah:275).

          Kita lebih suka memahami sesuatu berdasar hakekatnya. Pada dasarnya, main saham adalah: “Meminjamkan uang kepada fihak lain dengan mengharapkan pengembalian lebih”. Lebih parah lagi saham kemudian diperjual-belikan, padahal saham sebenarnya adalah uang, yang haram diperjual belikan.
          WaAllahualam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *