Raja Arab Saudi Salman telah menyatakan “kekesalan yang besar” dengan sikap UEA baru-baru ini, terutama pada perkembangan situasi terakhir perang Yaman yang menunjukkan tanda-tanda melebarnya perpecahan antara aliansi Saudi – UEA.
Raja Salman telah membuat komentar yang tidak biasa tentang mitra terdekat Arab Saudi ini di istana Mekah pada 11 Agustus lalu dalam sebuah percakapan dengan mantan presiden Yaman Abd-Rabbu Mansur Hadi.
Reuters melaporkan pada hari Rabu, mengutip tiga sumber termasuk dua warga Yaman mengatakan, keretakan mulai muncul dalam aliansi Arab Saudi-UEA mulai terjadi bulan lalu, ketika Uni Emirat Arab mengumumkan penarikan sebagian besar pasukannya dari Yaman yang yang sangat mengecewakan sekutunya Arab Saudi.
Menurut laporan, Arab Saudi sangat bergantung pada pasukan UEA dalam perangnya di Yaman, dimana UEA bisa menjalin hubungan kerjasama antara Kelompok tentara bayaran dan milisi dari berbagai suku untuk berjuan bersama koalisi pimpinan Saudi.
Reuters berpendapat bahwa perpecahan tersebut tidak akan terbatas pada krisis Yaman atau hubungan bilateral; itu agaknya juga bisa merusak tekanan maksimum Presiden AS Donald Trump terhadap Iran, merusak upaya perdamaian Israel-Palestina, dan bisa berpengaruh dalam kancah konflik lainnya.”
Namun para pejabat UEA tampaknya sangat serius dengan keputusan mereka itu, karena mereka mulai sadar bahwa perang Yaman adalah hal yang “tidak dapat dimenangkan”, dan bahwa mereka berusaha untuk meningkatkan citra internasional mereka dan ingin mencitrakan UEA sebagai “pembawa perdamaian,” kata laporan itu.
“UEA ingin dilihat sebagai negara kecil yang memfasilitasi perdamaian dan stabilitas daripada sekedar pendukung sikap ekspansionis Saudi,” kata laporan itu mengutip sumber yang dekat pemerintahan UEA.
Dengan keluarnya pasukan UEA dari koalisi pimpinan Saudi, maka komando pasukan diYaman diambil alih oleh Arab Saudi. Orang-orang yang tahu dengan masalah ini mengatakan perwira Saudi telah mengambil alih tanggung jawab di dua pangkalan utama Emirat di Laut Merah, di Mokha dan Khokha.
Arab Saudi dan sekutu-sekutunya memulai perang terhadap negara Yaman pada Maret 2015 dengan tujuan untuk memesang kembali mantan presiden Mansour Hadi, yang dijatuhkan dari kursi kepresidenan dan melarikan diri ke Riyadh pada Januari 2015 , karena keresahan rakyat atas korupsi dan salah kelola ekonomi.
Pejuang Houthi Ansarullah kemudian mengambil alih urusan negara untuk mencegah negara jatuh ke dalam kekacauan, tapi intervensi koalisi Arab saudi membuat situasi menjadi makin runyam.
#oot
Reutes bikin hoax tentang aparat di papua.
Gimana tanggapannya min?
Sorry, untuk alasan tertentu kita tdk tertarik membahas politik nasional.