MENGEVALUASI PEMAHAMAN KITA ATAS AKAD GADAI

 

Sebelum ke topik bahasan, dengan mengutip ayat berikut kembali kita ingatkan akan tantangan terdahsyat umat akhirzaman, yaitu ekonomi Ribawi dalam berbagai bentuknya. Kita tidak akan henti mengingatkan, karena ancaman Allah atas dosa riba setara dosa syrik yang tidak diampuni, bahasa Qur’annya : ‘kekal dineraka’.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (melakukan riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah :275)

Hikmah penting dari ayat ini adalah :

  1. Bahwa transaksi ekonomi yang halal dalam Islam adalah Jual-beli, baik berupa barang maupun Jasa.
  2. Allah memperingatkan akan kemungkinan upaya yang baik disengaja atau tidak untuk menyamarkan atau menyamakan ‘Riba’ dengan ‘Jual-beli’.
  3. Bahwa ‘Riba’ adalah dosa papan atas yang levelnya sama dengan ‘syrik’, yang ancamannya sama yaitu ‘kekal dineraka’.
  4. Dalam Al-Baqarah :278-279, Riba adalah dosa yang ‘diperangi langsung oleh Allah dan Rosulnya’. Artinya, pelakunya adalah orang yang berani menantang Allah dan Rosulnya.

 

Kita akan mengevaluasi pemahaman kita tentang “transaksi gadai” atau “Rahn”, sekaligus menyoroti ‘akad hutang’, yang seharusnya hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Karena hutang yang adalah ‘boleh’ dilakukan tapi ‘dibenci’ oleh Nabi ini, sudah lama dipromosikan sebagai ‘kebutuhan hidup’ sehari-hari.

Untuk memudahkan kajian, kita akan memetakannya dalam 4 hal :

  1. Salah Memahami Hadits Tentang Gadai.
  2. Timbul Masalah Dengan Hadits lain.
  3. Hutang Bukanlah Transaksi Ekonomi.
  4. Nabi Tidak Menyukai Orang Yang Berhutang.

 

 

  1. Salah Memahami Hadits Gadai

Kita cermati 2 hadits berikut, yang juga dipakai sebagai rujukan Fatwa MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang transaksi Gadai atau Rahn :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَقَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا بِنَسِيئَةٍ فَأَعْطَاهُ دِرْعًا لَهُ رَهْنًا

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah serta Muhammad bin ‘Ala dan ini adalah lafadz Yahya, Yahya berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan dua orang lainnya berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Al A’masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari ‘Aisyah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan “pembayaran yang ditangguhkan”, lantas beliau menggadaikan baju besinya.”(HR. Muslim 3007)

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ ذَكَرْنَا عِنْدَ إِبْرَاهِيمَ الرَّهْنَ فِي السَّلَمِ فَقَالَ حَدَّثَنِي الْأَسْوَدُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ

Telah menceritakan kepada kami Mu’alla bin Asad telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al A’masy berkata; Kami membicarakan tentang gadai dalam jual beli dengan pembayaran ditangguhkan (Salam) di hadapan Ibrahim maka dia berkata, telah menceritakan kepada saya Al Aswad dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi yang akan dibayar Beliau pada waktu tertentu di kemudian hari dan Beliau menjaminkannya dengan baju besi. (HR Bukhari 1926)

Bahwa :

  1. Kata اشْتَرَى (ashtara/ membeli) dalam hadits diatas, memastikan bahwa itu adalah transaksi ‘Jual beli’. Jadi, yang dimaksud transaksi gadai (رَهَنَهُ ) yang dilakukan Nabi itu adalah : “Akad jual beli dengan pembayaran ditunda, dengan menitipkan barang jaminan,” yang pada zaman Nabi biasa disebut ‘transaksi Salam’.
  2. Sedangkan konsep transaksi gadai yang terjadi saat ini, baik yang yang konvensional maupun yang ‘syariah’, yang terjadi adalah : “hutang dengan menitipkan barang jaminan.”

Apa Beda diantara keduanya?

“Karena yang dilakukan Nabi adalah transaksi ‘jual beli’ dengan pembayaran ditunda (akad salam), maka harga yang disepakati sudah jelas yaitu ‘harga barangnya’, artinya jumlah uang yang pembayarannya ditunda adalah sama dengan harga barang saat transaksi, tidak dikurangi dan tidak ditambah.”

 

 

  1. Timbul Masalah Dengan Hadits lain

1. Bahwa sebenarnya, Transaksi ‘gadai’ yang kita kenal saat ini adalah transaksi ‘hutang’ dengan berbagai tambahan biaya, dengan menitipkan barang jaminan. Jadi ada unsur “penambahan beban” disana.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa (tambahan/ bunga) riba jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al Baqarah :278)

Penambahan beban itu terjadi baik di ‘pegadaian konvensional’ maupun “pegadaian Syariah”. Perbedaannya adalah : ‘uang tambahan’ dalam gadai konvensional dinamakan ‘bunga’, sedang dalam ‘gadai syariah’ dinamakan ‘biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.’

 

2. Karena merupakan transaksi ‘hutang’, maka timbul masalah lain, dimana menurut beberapa Hadits, dalam ‘akad hutang’ tidak boleh dicampur dengan ‘akad jual beli’. Dalam gadai saat ini telah dicampur dengan transaksi “Jual Beli Jasa”, berupa : biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.

عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلاَ شَرْطَانِ فِى بَيْعٍ وَلاَ رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلاَ بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ ».

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah halal transaksi utang-piutang yang dicampur dengan transaksi jual beli, tidak boleh ada dua syarat dalam satu transaksi jual beli, tidaklah halal keuntungan yang didapatkan tanpa adanya tanggung jawab untuk menanggung kerugian (menghilangkan resiko), dan engkau tidak boleh menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud 3506)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ وَعَنْ بَيْعٍ وَسَلَفٍ وَعَنْ رِبْحِ مَا لَمْ يُضْمَنْ وَعَنْ بَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Hanafi telah menceritakan kepada kami Adl-dlahhak bin Utsman dari ‘Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarang dua penjualan dalam satu transaksi, dan dari (penggabungan) menjual dengan meminjamkan, dan dari keuntungan dari barang yang tidak dapat dijamin, dan dari menjual barang yang tidak ada padamu.” (HR. Ahmad 6339).

 

Dengan demikian ada 3 masalah dalam pemahaman kita yang bisa diidentifikasi :

  1. Salah dalam memahami akad transaksi gadai yang dicontohkan Nabi.
  2. Bahwa yang terjadi adalah akad ‘hutang’, yang ada unsur ‘tambahan beban’ kepada penghutang.
  3. Ada mekanisme mencampurkan ‘akad hutang’ dengan akad ‘jual beli jasa’.

 

 

  1. Dalam Islam Hutang Bukanlah Transaksi Ekonomi

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya.” (HR. Muslim 2699).

Hadits-hadits semacam ini sering kali dipakai dasar pembenaran penyaluran secara masiv hutang dengan ‘tambahan beban’, baik yang terang-terangan menyebutnya sebagi ‘bunga’, atau ‘berbagai istilah lain’ yang intinya “mengambil keuntungan dari hutang”. 

Ada hal-hal yang perlu kita tekankan disini, bahwa :

  1. Nabi tegas melarang untuk memperlakukan uang sebagai “komoditi perdagangan untuk mendapatkan keuntungan”. Itu bukanlah “transaksi ekonomi” yang dihalalkan dalam Islam. 
  2. Meringankan beban seorang muslim dengan pinjaman dengan tambahan beban, bukanlah mekanisme membantu seseorang. Justru akan menyeretnya kepermasalahan baru, yaitu resiko dosa ribawi, bahkan :
  3. Memiliki pinjaman yang tanpa beban tambahan saja, bukanlah amalan yang disukai Nabi. Kalimat hadits “meringankan kesulitan” seorang muslim, harusnya dimaknai memberi “sedekah”, bukan “memberi hutang”.

Kita telah berulang kali membahas soal larangan agama untuk memperlakukan uang sebagai komoditi untuk mendapat keuntungan, Haditsnya bisa disimak di : Kajian 1, kajian, 2, kajian 3, dsb

Dalam Islam, meminjamkan uang untuk membantu muslim lain adalah amalan sedekah, bukan diuntuk dimaksudkan sebagai transaksi ekonomi untuk mendapat keuntungan.

عن ابن مسعود أن النبي صلى الله عليه و سلم قال ما من مسلم يقرض مسلما قرضا مرتين إلا كان كصدقتها مرة.

Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah.” (HR. Ibnu Majjah)

Hadits ini menjelaskan, bahwa meminjamkan uang kepada saudara muslim yang sedang mengalami kesusahan, pahalanya sama dengan setengah dari pahala sedekah.

 

 

  1. Nabi Tidak Menyukai Orang Yang Berhutang

Konsep ‘gadai syariah’ yang difahami saat ini, sebenarnya adalah akad ‘hutang’ dengan menyertakan jaminan barang, dengan total uang yang dikembalikan lebih besar dari nilai hutang . Artinya, itu tidak berbeda dengan ‘transaksi hutang pada bank konvensional’, yaitu : meminjam uang dengan jaminan barang, sertifikat tanah, dsb.

  • Jika kemudian transaksi ‘hutang’ yang kini menyamar sebagai transaksi ‘gadai’ ini dipromosikan sebagai ‘transaksi wajar’ sehari-hari, maka ini akan bertentangan dengan sikap Nabi yang tidak menyukai seorang muslim yang berhutang.
  • Memang tidak ada larangan untuk berhutang, tapi ‘hutang adalah sesuatu yang dibenci Nabi” (makruh). Artinya boleh dilakukan hanya dalam situasi darurat. Jika kita malah memudahkan dan mempromosikan hutang dengan menciptakan kemudahan dimana-mana, apakah kita sedang mengukuti petunjuk Nabi?
  • Bahwa tidak ada satu ayat atau Haditspun yang menyarankan kita untuk berhutang, yang ada justru hadits-hadits yang menyebut:
  1. Nabi menolak mensholati jenazah yang meninggalkan hutang.
  2. Hutang akan mendekatkan kita pada ‘kekufuran’.
  3. Nabi memohon dijauhkan dari Hutang.
  4. Hutang mendekatkan kepada ‘kebohongan’ dan ‘ingkar janji’.

 

  1. Nabi Menolak Mensholati Jenazah Yang Meninggalkan Hutang.

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ فَقَالُوا صَلِّ عَلَيْهَا فَقَالَ هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا قَالُوا لَا فَصَلَّى عَلَيْهِ ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلِّ عَلَيْهَا قَالَ هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قِيلَ نَعَمْ قَالَ فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا قَالُوا ثَلَاثَةَ دَنَانِيرَ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ أُتِيَ بِالثَّالِثَةِ فَقَالُوا صَلِّ عَلَيْهَا قَالَ هَلْ تَرَكَ شَيْئًا قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا ثَلَاثَةُ دَنَانِيرَ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُو قَتَادَةَ صَلِّ عَلَيْهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَعَلَيَّ دَيْنُهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ

Dari Salamah bin Al Akwa’ radliallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah duduk bermajelis dengan Nabi SAW ketika dihadirkan kepada Beliau satu jenazah kemudian orang-orang berkata: “Shalatilah jenazah ini”. Maka Beliau bertanya: “Apakah orang ini punya hutang?” Mereka berkata: “Tidak”. Kemudian Beliau bertanya kembali: “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Tidak”. Akhirnya Beliau menyolatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada Beliau, lalu orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sholatilah jenazah ini”. Maka Beliau bertanya: “Apakah orang ini punya hutang?” Dijawab: “Ya”. Kemudian Beliau bertanya kembali: “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Ada, sebanyak tiga dinar”. Maka Beliau bersabda: “Sholatilah saudaramu ini”. Berkata, Abu Qatadah: “Shalatilah wahai Rasulullah, nanti hutangnya aku yang menanggungnya”. Maka Beliau SAW menyolatkan jenazah itu. (HR Bukhari 2127)

 

  1. Hutang Mendekatkan Pada ‘Kekufuran’.

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ عَنْ دَرَّاجٍ أَبِي السَّمْحِ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الْكُفْرِ وَالدَّيْنِ فَقَالَ رَجُلٌ تَعْدِلُ الدَّيْنَ بِالْكُفْرِ قَالَ نَعَمْ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Basyar ia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Yazid Al Maqburi ia berkata; telah menceritakan kepada kami Haiwah dari Darraj Abu As Samh dari Abu Al Haitsam dari Abu Sa’id dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: A’UUDZU BILLAHI MINAL KUFRI WAD DAINI (Aku berlindung kepada Allah dari kekufuran dan hutang).” Seorang laki-laki lalu bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah antara hutang dengan kekufuran ada hubungannya?” beliau menjawab: “Ya.” (HR. An-Nasa’i No. 5379)

 

  1. Nabi Memohon Dijauhkan Dari Hutang

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ ح و حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي أَخِي عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي عَتِيقٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنْ الْمَغْرَمِ قَالَ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy. Dan diriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku saudaraku dari Sulaiman dari Muhammad bin Abi ‘Atiq dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anha mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a dalam shalat: “Allahumma innii a’uudzu bika minal ma’tsami wal maghram” (Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit hutang). Lalu ada seseorang yang bertanya: “Mengapa anda banyak meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya”. (HR. Bukhari  2222).

 

 

KESIMPULAN

  1. Sudah saatnya kita untuk mengevaluasi ulang pemahaman kita tentang transaksi Gadai (Rahn), karena bisa jadi hanya karena kurang mencermati, maka kita bisa terpeleset ke transaksi Ribawi, yang merupakan ‘dosa papan atas yang ‘diperangi langsung oleh Allah dan Rosulnya’ (Al Baqarah : 278-279), dengan ancaman ‘kekal dineraka’ (QS. Al-Baqarah 275).

”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).“ (QS. Al Baqarah : 278-279).

  1. Bahwa dalam transaksi jual-beli yang tidak tunai, baik yang pembayaran ditunda atau penyerahan barang ditunda, ataupun dalam akad hutang, tidak boleh ada ‘pengurangan’ oleh peminjam (al Baqarah : 282), dan tidak boleh ada ‘penambahan’ (Riba) oleh pemberi pinjaman (al Baqarah : 278).

“….Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan (jumlah dan waktu pembayarannya), dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya… “(QS. al Baqarah : 282).

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa (tambahan/bunga) riba jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah :278).

  1. Bahwa transaksi ‘Hutang tanpa bunga’ adalah muamalah yang boleh dilakukan, tapi ‘dibenci Nabi’ (makruh). Jika kita mendorong hutang dengan penambahan, maka sudah saatnya kita segera mengevaluasi lagi. Karena Riba adalah dosa papan atas yang langsung diperangi Allah dan Nabinya, yang ancamannya kekal dineraka.

4. Dalam Al Baqarah :275 Allah tegas mengkontraskan antara ‘jual-beli’ dan ‘Riba’.

Allah ingin agar kita mencermati perbedaan antara ‘Jual-beli’ dan ’Riba’, karena jika tidak, maka kita akan terjerumus pada tindakan yang disebut Allah dalam ayat itu sebagai : ‘Menyamakan Riba dengan jual-beli’ .

  1. Surat Al-Baqarah : 245 dan Al-Maidah :2 sering dipakai sebagai dalih pembenaran untuk menghalalkan ‘hutang dengan penambahan beban’.

Padahal kata يُقْرِضُ (pinjaman) dalam Al-Baqarah : 244-246, harusnya dimaknai secara utuh sebagai ‘pinjaman’ kepada Allah berupa Jihad dijalan Allah, bukan soal hutang uang.

Sementara dalam Al-Maidah : 2, kata ‘tolong-menolong’ yang dimaksud ayat itu adalah dalam hal ‘kebajikan’, bukan dalam memberi hutang dengan tambahan beban. Jika toh dimaknai menolong dengan memberi pinjaman, harusnya tidak mengambil keuntungan dari orang yang sedang kesusahan.

“Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas. Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al Maidah: 2)

WaAllahualam, mudah-mudahan bermanfaat.

 

REFERENSI

 

Ayat :

Jual beli berbeda dengan Riba.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (melakukan riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Bqarah :275)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa (bunga) riba jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al Bqarah :278)

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”(QS Al Bqarah :279)

 

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

[2:280] Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al Bqarah :280)

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda (bunga berbunga) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.(QS. Ali Imran :130)

 

Jual beli pembayaran tunda perlu ditulis atau ada saksi

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermu´amalah secara tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikan dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai (تِجَارَةً ) yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli (secara tidak tunai), dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al Bqarah :282)

 

Jual beli pembayaran tunda dengan barang jaminan

“Dan apabila kamu dalam perjalanan (dan tidak bermuamalah secara tunai) sedangkan kamu tidak memperoleh seorang juru tulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kalian memercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah kalian menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Baqarah :283)

 

 

Hadits Tentang Gadai

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَقَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا بِنَسِيئَةٍ فَأَعْطَاهُ دِرْعًا لَهُ رَهْنًا

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah serta Muhammad bin ‘Ala dan ini adalah lafadz Yahya, Yahya berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan dua orang lainnya berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Al A’masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari ‘Aisyah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan “pembayaran yang ditangguhkan”, lantas beliau menggadaikan baju besinya.”(HR. Muslim 3007)

 

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ ذَكَرْنَا عِنْدَ إِبْرَاهِيمَ الرَّهْنَ فِي السَّلَمِ فَقَالَ حَدَّثَنِي الْأَسْوَدُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ

Telah menceritakan kepada kami Mu’alla bin Asad telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al A’masy berkata; Kami membicarakan tentang gadai dalam jual beli kredit (Salam) di hadapan Ibrahim maka dia berkata, telah menceritakan kepada saya Al Aswad dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi yang akan dibayar Beliau pada waktu tertentu di kemudian hari dan Beliau menjaminkannya (gadai) dengan baju besi. (HR Bukhari 1926)

أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ آدَمَ عَنْ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Adam dari Hafsh bin Ghiyats dari Al A’masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi hingga suatu tempo dan beliau menggadaikan baju zirahnya kepadanya. (HR. An-Nasa’i 4530)

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ تَذَاكَرْنَا عِنْدَ إِبْرَاهِيمَ الرَّهْنَ فِي السَّلَمِ فَقَالَ حَدَّثَنِي الْأَسْوَدُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ

Telah menceritakan kepada kami Mu’allaa bin Asad telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al A’masy berkata; “Kami pernah saling menceritakan dihadapan Ibrahim tentang gadai dalam jual beli As Salam, maka dia berkata, telah menceritakan kepadaku Al Aswad dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi (yang pembayaranya) di masa yang akan datang lalu Beliau menggadaikan baju besi Beliau (sebagai jaminan) “. (HR. Bukhari 2211)

 

Larangan mencampur hutang dengan jual beli

عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلاَ شَرْطَانِ فِى بَيْعٍ وَلاَ رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلاَ بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ ».

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah halal transaksi utang-piutang yang dicampur dengan transaksi jual beli, tidak boleh ada dua syarat dalam satu transaksi jual beli, tidaklah halal keuntungan yang didapatkan tanpa adanya tanggung jawab untuk menanggung kerugian (menghilangkan resiko), dan engkau tidak boleh menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud 3506) 

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ وَعَنْ بَيْعٍ وَسَلَفٍ وَعَنْ رِبْحِ مَا لَمْ يُضْمَنْ وَعَنْ بَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Hanafi telah menceritakan kepada kami Adl-dlahhak bin Utsman dari ‘Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarang dua penjualan dalam satu transaksi, dan dari (penggabungan) menjual dengan meminjamkan, dan dari keuntungan dari barang yang tidak dapat dijamin, dan dari menjual barang yang tidak ada padamu.” (HR. Ahmad 6339)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ حَتَّى ذَكَرَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ يُضْمَنُ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ قَالَ إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ قُلْتُ لِأَحْمَدَ مَا مَعْنَى نَهَى عَنْ سَلَفٍ وَبَيْعٍ قَالَ أَنْ يَكُونَ يُقْرِضُهُ قَرْضًا ثُمَّ يُبَايِعُهُ عَلَيْهِ بَيْعًا يَزْدَادُ عَلَيْهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ يُسْلِفُ إِلَيْهِ فِي شَيْءٍ فَيَقُولُ إِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ عِنْدَكَ فَهُوَ بَيْعٌ عَلَيْكَ قَالَ إِسْحَقُ يَعْنِي ابْنَ رَاهَوَيْهِ كَمَا قَالَ قُلْتُ لِأَحْمَدَ وَعَنْ بَيْعِ مَا لَمْ تَضْمَنْ قَالَ لَا يَكُونُ عِنْدِي إِلَّا فِي الطَّعَامِ مَا لَمْ تَقْبِضْ قَالَ إِسْحَقُ كَمَا قَالَ فِي كُلِّ مَا يُكَالُ أَوْ يُوزَنُ قَالَ أَحْمَدُ إِذَا قَالَ أَبِيعُكَ هَذَا الثَّوْبَ وَعَلَيَّ خِيَاطَتُهُ وَقَصَارَتُهُ فَهَذَا مِنْ نَحْوِ شَرْطَيْنِ فِي بَيْعٍ وَإِذَا قَالَ أَبِيعُكَهُ وَعَلَيَّ خِيَاطَتُهُ فَلَا بَأْسَ بِهِ أَوْ قَالَ أَبِيعُكَهُ وَعَلَيَّ قَصَارَتُهُ فَلَا بَأْسَ بِهِ إِنَّمَا هُوَ شَرْطٌ وَاحِدٌ قَالَ إِسْحَقُ كَمَا قَالَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ قَدْ رُوِيَ عَنْهُ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ رَوَى أَيُّوبُ السَّخْتِيَانِيُّ وَأَبُو بِشْرٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ أَبُو عِيسَى وَرَوَى هَذَا الْحَدِيثَ عَوْفٌ وَهِشَامُ بْنُ حَسَّانَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذَا حَدِيثٌ مُرْسَلٌ إِنَّمَا رَوَاهُ ابْنُ سِيرِينَ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ هَكَذَا

Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani’] telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin Ibrahim] telah menceritakan kepada kami [Ayyub] telah menceritakan kepada kami [Amru bin Syu’aib] ia berkata; telah menceritakan kepadaku [ayahku] dari [ayahnya] hingga ia menyebut [Abdullah bin Amru] bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal (menggabungkan) menjual dan meminjamkan, tidak pula dua syarat dalam satu jual beli dan tidak halal laba terhadap barang yang tidak dapat dijamin (baik dan buruknya), serta tidak halal menjual apa yang tidak kamu miliki.” Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih. Ishaq bin Manshur berkata; Aku bertanya kepada Ahmad; Apa yang dimaksud beliau melarang salaf dan jual beli? Ia menjawab; Ia meminjamkan uang lalu menjual barang karena pinjaman dengan harga lebih (jika tidak ada penjaman maka tidak ada penjualan), dan mungkin juga (maknanya) ia meminjamkan uang untuk membeli barang, maka ia berkata; Jika barang tersebut belum tersedia olehmu maka barang itu aku jual padamu (sehingga peminjam membayar lebih atas pinjaman uang untuk pembelian barang). Ishaq yakni Ibnu Rahawaih berkata kurang lebih; Aku bertanya kepada Ahmad; bagaimana dengan maksud menjual sesuatu yang tidak dapat dijamin? Ia menjawab; Aku tidak mengetahui kecuali hanya pada (menjual) makanan yang tidak ada pada tangannya. Ishaq berkata kurang lebih; Pada setiap barang yang ditakar atau ditimbang Ahmad mengatakan; Jika seseorang berkata; Aku menjual kain ini kepadamu namun aku yang menjahit dan memotongnya. Maka hal ini termasuk contoh dua syarat dalam satu jual beli dan jika ia mengatakan; Aku menjualnya kepadamu namun aku yang menjahitnya maka hal itu tidak apa-apa. Atau ia mengatakan; Aku menjualnya kepadamu namun aku yang memotongnya maka tidak apa-apa. karena Itu hanya satu syarat. Ishaq berkata kurang lebih (demikian). Abu Isa berkata; Hadits Hakim bin Hizam adalah hadits hasan, telah diriwayatkan darinya selain jalur ini, Ayyub As Sakhtiyani dan Abu Bisyr meriwayatkan dari Yusuf bin Mahak dari Hakim bin Hizam. Abu Isa berkata; [‘Auf] dan [Hisyam bin Hassan] juga meriwayatkan hadits ini dari [Ibnu Sirin] dari [Hakim bin Hizam] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan hadits ini mursal. Sesungguhnya Ibnu Sirin meriwayatkan dari Ayyub As Sakhtiyani dari Yusuf bin Mahak dari Hakim bin Hizam seperti ini.(HR Tirmidzi 1155)

 

Hutang tidak dianjurkan dalam Islam

بٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ حَدَّثَنِي عَيَّاشُ بْنُ عَبَّاسٍ الْقِتْبَانِيُّ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُكَفِّرُ كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin harb telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid Al Muqri`i telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Abu Ayyub telah menceritakan kepadaku ‘Ayyasy bin Abbas Al Qitbani dari Abu Abdurrahman Al Hubuli dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Syahid di jalan Allah akan melebur setiap dosanya kecuali hutang.” (HR. Muslim 3499).

حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَقَ أَخْبَرَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ قَالَتْ فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنْ الْمَغْرَمِ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Ishaq telah mengabarkan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syuaib dari Az Zuhri dia berkata; telah menceritakan kepadaku ‘Urwah bin Zubair bahwa ‘Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarinya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa dalam shalatnya dengan ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA A’UUDZU BIKA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL WA A’UUDZUBIKA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHRAMI (Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, saya berlindung kepada-Mu dari fitnah masih ad dajjal, saya berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian, saya berlindung kepada-Mu dari dosa dan pengaruh hutang).” Kata ‘Aisyah, lantas ada seseorang berujar; “Betapa banyak engkau meminta perlindungan dari pengaruh berhutang wahai Rasulullah?” beliau bersabda: “Jika seseorang telanjur hutang, maka ia akan suka berdusta dan menyelisihi janji.” (HR. Muslim  925).

أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي صَفْوَانَ قَالَ حَدَّثَنِي سَلَمَةُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ عَطِيَّةَ وَكَانَ خَيْرَ أَهْلِ زَمَانِهِ قَالَ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ مَا يَتَعَوَّذُ مِنْ الْمَغْرَمِ وَالْمَأْثَمِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَكْثَرَ مَا تَتَعَوَّذُ مِنْ الْمَغْرَمِ قَالَ إِنَّهُ مَنْ غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Utsman bin Abu Shafwan ia berkata; telah menceritakan kepadaku Salamah bin Sa’id bin ‘Athiah -ia adalah orang yang paling baik di masanya- ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah ia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam paling sering berlindung dari hutang yang tak terbayar dan sesuatu yang menyebabkan dosa. Aku pernah bertanya; “Wahai Rasulullah, kenapa engkau sering berlindung dari hutang yang tak terbayar?” beliau menjawab: “Sebab orang yang berhutang, dia akan banyak berbicara lalu berdusta, berjanji lalu mengingkari.” (HR. An-Nasaie : 5454, 5472, Ahmad : 24881)

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ الْمُتَوَفَّى عَلَيْهِ الدَّيْنُ فَيَسْأَلُ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ فَضْلًا فَإِنْ حُدِّثَ أَنَّهُ تَرَكَ وَفَاءً صَلَّى وَإِلَّا قَالَ لِلْمُسْلِمِينَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَلَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْفُتُوحَ قَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Uqail dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa suatu ketika, pernah didatangkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seorang laki-laki yang meninggal dalam keadaan memiliki hutang. Maka beliau pun menanyakan, apakah laki-laki itu meninggalkan sesuatu untuk membayar hutangnya. Bila diberitakan bahwa bahwa laki-laki itu meninggalkan sesuatu yang dapat melunasi hutangnya, maka beliau menshalatinya. Namun jika tidak, maka beliau bersabda kepada kaum muslimin: “Shalatilah sahabat kalian ini.” Ketika Allah telah memberikan kemenangan-kemenangan beliau bersabda: “Aku adalah lebih utama (lebih berhak) melayani kaum mukminin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggal dari kaum mukminin dengan meninggalkan hutang, maka atas dirikulah pelunasannya. Dan barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah untuk ahli warisnya.” (HR. Bukhari 4952)

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ ح و حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي أَخِي عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي عَتِيقٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنْ الْمَغْرَمِ قَالَ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy. Dan diriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku saudaraku dari Sulaiman dari Muhammad bin Abi ‘Atiq dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anha mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a dalam shalat: “Allahumma innii a’uudzu bika minal ma’tsami wal maghram” (Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit hutang). Lalu ada seseorang yang bertanya: “Mengapa anda banyak meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya”. (HR. Bukhari  2222).

 

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْغِنَى وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْفَقْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ عَنِّي خَطَايَايَ بِمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّ قَلْبِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَبَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

Telah menceritakan kepada kami Mu’alla bin Asad telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Hisyam bin ‘Urwah dari Ayahnya dari Aisyah radliallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam biasa mengucapkan: “ALLAHUMMA INNI A’UUDZUBIKA MINAL KASALI WAL HARAMI WAL MA`TSAMI WAL MAGHRAMI WAMIN FITNATIL QABRI WA ‘ADZAABIL QABRI WAMIN FITNATIN NAARI WA ‘AZAABIN NAARI WAMIN SYARRI FITNATIL GHANIY WA ‘A’UUDZUBIKA MIN FITNATIL FAQRI WA A’UUDZUBIKA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAL, ALLHUMMAGHSIL ‘ANNII KHATHAAYAYA BIMAAIS SALJI WALBARADI WANAQQI QALBII MINAL KHATHAAYAYA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADL MINAD DANAS WABAA’ID BAINI WABAINAL KHATHAAYAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas, kepikunan, kesalahan dan terlilit hutang, dan dari fitnah kubur serta siksa kubur, dan dari fitnah neraka dan siksa neraka dan dari buruknya fitnah kekayaan dan aku berlindung kepada-Mu dari buruknya fitnah kefakiran serta aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al Masih Ad Dajjal. Ya Allah, bersihkanlah kesalahan-kesalahanku dengan air salju dan air embun, sucikanlah hatiku dari kotoran-kotoran sebagaimana Engkau menyucikan baju yang putih dari kotoran. Dan jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat.” (HR. Bukhari No. 5891)

 

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ أُتِيَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ فَقَالَ إِنَّ عَلَى صَاحِبِكُمْ دَيْنًا فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ أَنَا أَتَكَفَّلُ بِهِ قَالَ بِالْوَفَاءِ قَالَ بِالْوَفَاءِ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami Khalid telah menceritakan kepada kami Sa’id dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab dari Abdullah bin Abu Qatadah dari ayahnya bahwa seseorang dari kalangan Anshar dihadapkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menshalatinya, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya sahabat kalian ini memiliki hutang.” Kemudian Abu Qatadah berkata; “Saya yang akan menanggungnya.” Beliau bersabda: “Dengan membayarnya?” Dia berkata; “Dengan membayarnya.” (HR. An Nasa’i 4613)

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ عَنْ دَرَّاجٍ أَبِي السَّمْحِ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الْكُفْرِ وَالدَّيْنِ فَقَالَ رَجُلٌ تَعْدِلُ الدَّيْنَ بِالْكُفْرِ قَالَ نَعَمْ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Basyar ia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Yazid Al Maqburi ia berkata; telah menceritakan kepada kami Haiwah dari Darraj Abu As Samh dari Abu Al Haitsam dari Abu Sa’id dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: A’UUDZU BILLAHI MINAL KUFRI WAD DAINI (Aku berlindung kepada Allah dari kekufuran dan hutang).” Seorang laki-laki lalu bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah antara hutang dengan kekufuran ada hubungannya?” beliau menjawab: “Ya.” (HR. An-Nasa’i 5379).

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا مُقْبِلًا غَيْرَ مُدْبِرٍ أَيُكَفِّرُ اللَّهُ عَنِّي سَيِّئَاتِي قَالَ نَعَمْ ثُمَّ سَكَتَ سَاعَةً قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ آنِفًا فَقَالَ الرَّجُلُ هَا أَنَا ذَا قَالَ مَا قُلْتَ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا مُقْبِلًا غَيْرَ مُدْبِرٍ أَيُكَفِّرُ اللَّهُ عَنِّي سَيِّئَاتِي قَالَ نَعَمْ إِلَّا الدَّيْنَ سَارَّنِي بِهِ جِبْرِيلُ آنِفًا

Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Basysyar, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ajlan dari Sa’id Al Maqburi dari Abu Hurairah, ia berkata; telah datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau sedang berkhutbah di atas mimbar, lalu orang tersebut berkata; bagaimana pendapat anda jika saya berperang di jalan Allah dengan bersabar, mengharapkan pahala dan maju tidak mundur, apakah Allah akan mengampuni dosa-dosaku? Beliau menjawab: “Ya, kecuali hutang. Tadi Jibril telah mengkhabarkannya kepadaku.” (HR. An-Nasa’i 3104)

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Zakariya bin Abu Za`idah dari Sa’ad bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang mukmin itu terhalang dengan hutangnya, hingga dibayar hutang tersebut.” (HR. At-Tirmidzi 998).

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ سَمِعْتُ الْأَعْمَشَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ الْمَعْنَى عَنْ مُسْلِمٍ الْبَطِينِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّهُ كَانَ عَلَى أُمِّهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا فَقَالَ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya ia berkata; saya mendengar Al A’masy.. dan telah diriwayatkan dari jalur yang lain: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al ‘Ala`, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dan Al A’masy secara makna, dari Muslim Al Bathin dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita telah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata; sesungguhnya ibuku memiliki tanggungan puasa satu bulan. Apakah boleh saya menunaikan puasa tersebut untuknya? Kemudian beliau berkata: “Seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang apakah engkau akan menunaikannya?” Ia berkata; ya. Beliau berkata: “Maka hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan.” (HR. Abu Dawud 2878).

 

Status Barang gadai

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُخْتَارِ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ رَاشِدٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَغْلَقُ الرَّهْنُ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Humaid berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mukhtar dari Ishaq bin Rasyid dari Az Zuhri dari Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: (Barang) Gadai tidak bisa dimiliki. (HR. Ibnu Majah)

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ الرَّهْنُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ وَيُشْرَبُ لَبَنُ الدَّرِّ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami Zakariya’ dari ‘Amir dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesuatu (hewan) yang digadaikan boleh dikendarai untuk dimanfaatkan, begitu juga susu hewan boleh diminum bila digadaikan”. (HR. Bukhari 2328)

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ وَيُوسُفُ بْنُ عِيسَى قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ زَكَرِيَّا عَنْ عَامِرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُهُ مَرْفُوعًا إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عَامِرٍ الشَّعْبِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَقَدْ رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَوْقُوفًا وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَقَ و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لَيْسَ لَهُ أَنْ يَنْتَفِعَ مِنْ الرَّهْنِ بِشَيْءٍ

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Yusuf bin Isa keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Zakariya dari Amir dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “binatang kendaraan boleh dikendarai jika hewan itu digadaikan dan susunya boleh diminum jika ia digadaikan dan bagi orang yang menunggang dan meminumnya wajib memberi nafkah.”

Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih, kami tidak mengetahuinya sebagai hadits marfu’ kecuali dari hadits Amir Asy Sya’bi dari Abu Hurairah dan hadits ini telah diriwayatkan oleh banyak perawi dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara mauquf, hadits ini dapat dijadikan landasan amal menurut sebagian ulama, ini adalah pendapat Ahmad dan Ishaq. Sedangkan sebagian ulama mengatakan; Seseorang tidak boleh mengambil manfaat dari penggadaian sedikitpun. (Hadits Jami’ At-Tirmidzi No. 1175)

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ وَيُوسُفُ بْنُ عِيسَى قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ زَكَرِيَّا عَنْ عَامِرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُهُ مَرْفُوعًا إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عَامِرٍ الشَّعْبِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَقَدْ رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَوْقُوفًا وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَقَ و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لَيْسَ لَهُ أَنْ يَنْتَفِعَ مِنْ الرَّهْنِ بِشَيْءٍ

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Yusuf bin Isa keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Zakariya dari Amir dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “binatang kendaraan boleh dikendarai jika hewan itu digadaikan dan susunya boleh diminum jika ia digadaikan dan bagi orang yang menunggang dan meminumnya wajib memberi nafkah.” Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih, kami tidak mengetahuinya sebagai hadits marfu’ kecuali dari hadits Amir Asy Sya’bi dari Abu Hurairah dan hadits ini telah diriwayatkan oleh banyak perawi dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara mauquf, hadits ini dapat dijadikan landasan amal menurut sebagian ulama, ini adalah pendapat Ahmad dan Ishaq. Sedangkan sebagian ulama mengatakan; Seseorang tidak boleh mengambil manfaat dari penggadaian sedikitpun. (HR. At-Tirmidzi 1175).

This entry was posted in Islamic View and tagged , , , , . Bookmark the permalink.

5 Responses to MENGEVALUASI PEMAHAMAN KITA ATAS AKAD GADAI

  1. fida'i says:

    bagaimana dengan hutang dengan bunga(riba) yang dilakukan oleh sebuah negara mayoritas muslim? siapa yang akan ke neraka ketika pemimpin dinegara “demokrasi” ganti 5th sekali? apakah hutang itu juga termasuk milik rakyat? apa rakyat mau uang haram? dan hutang itu digunakan untuk membuat jalan dsb yang kita pakai sehari-hari! kenapa bisa sampai seperti ini dan sudah terjadi bertahun-tahun, siapa yang akan bertanggung jawab di akhirat nanti? pertanyan ini ada di kepala saya sejak umur 14 atau 15 dan 17 saya baru tahu tentang eskatologi karena SIH lah saya bisa lebih memahami pertanyan itu tapi belum bisa menjawabnya dan hanya allah lah yang tahu.

    • The admin says:

      Dari Abu Hurairah. dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan datang kepada manusia suatu masa di mana saat itu mereka akan memakan riba, ” Abu Hurairah berkata; maka timbullah pertanyaan kepada beliau; “Apakah semua manusia melakukannya?” Beliau menjawab: “Yang tidak makan di antara mereka akan mendapatkan debunya. (HR Ahmad, Abu dawud, Nasai dan Ibn Majah)

      Hadits itu yg bisa menjawab. Sdh lama kita berada dizaman yg disebut Nabi itu, kita semua kena dosanya jg meski kecil dan tidak bisa dihindari (dibaratkan debu). Mudah”an kita hanya termasuk yg itu.

  2. Ardi Iskandar says:

    Mungkin ini jawaban canda : AS / IMF memberikan hutang ke Indonesia dalam bentuk Dollar,dan dollar tsb dibuat hanya bermodal kertas dan tinta.Jadi seharusnya pemerintah bayar hutang nya pakai modal yg sama : rupiah yg dicetak di BI kemudian rubah ke Dollar…..he…he…
    Kita sebenarnya ditipu oleh pemberi hutang….

  3. Pencari ilmu says:

    Maaf mas admin saya mau nanya uang hasil pungutan pajak itu haram / halal? Dan apakah itu riba , maaf saya sering di kasih uang sama saudara saya yg kerja di pajak kusus bagian urusan pajak yg menanggani perusahaan 2 besar , yg saya tau sendiri penghasilan dari dia kerja perbulan 50 juta kadang lebih mohon penjelasannya biar saya dan anak saya bisa terlindung dari uang dari hasil yg tidak baik,

    • The admin says:

      Selama dunia masih ada YM, tidak akan ada pemerintahan manapun yg dijalankan tanpa pajak. Dunia baru bisa bebas pajak nanti saat Nabi Isa memegang pemerintahan dunia diYerusalem, dimana YM telah binasa, itu yg diisyaratkan Nabi. Memaklumi situasi itu, dan milihat perintah Allah untuk mematuhi penguasa (an Nisa:59), maka menurut kita Pajak halal selama diberlakukan adil (yg kaya kena besar, yg miskin kena kecil) dan tidak berlebihan membebani.

      Setahu kita Kalau ada jabatan struktural (eselon) gajinya mmng tingi. JIka bukan eselon dan mungkin krn ada uang “sabetan”, uang pemberiannya tetap halal. Yg haram khan perbuatannya. WaAllahualam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *