PANDEMI DAN ‘THE GREAT RESET’

 

Melalui pandemi ini, dunia akan diarahkan oleh globalis untuk menuju transformasi dalam apa yang disebut ‘tatanan dunia baru’, yang akan mengubah secara drastis seluruh aspek kehidupan manusia, terutama dalam : sistem produksi, managemen, pemerintahan, ekonomi, keuangan, pendidikan, ketenaga-kerjaan, kesehatan, dan seterusnya.

Perubahan total tatanan global adalah isu yang sudah ada sejak lebih 40 tahun lalu, yang dulu biasa disebut NWO (new world order), dan dulu dianggap sebagai “teori konspirasi”, tapi kini kita menyaksikannya sebagai sebuah fakta.

Tahapan awal menuju tatanan dunia baru itu, oleh panitianya dinamakan sebagai “The great reset”, atau bisa diterjemahkan sebagai, “pengaturan ulang” seluruh tatanan kehidupan manusia diseluruh dunia, yang rencananya harus diterapkan secara penuh pada tahun 2030.

Luar biasanya, meski WEF hanylah sebuah badan independen, tapi bisa mengarahkan negara manapun bahkan PBB. Pada 13 Juni 2019, WEF dan PBB bahkan sudah menandatangai kerjasama strategis untuk melegitimasi semua agendanya itu.

Jadi ini bukan lagi “dongeng tanpa dasar ” atau “teori konspirasi”, bahkan sebenarnya semua agenda itu sudah diadopsi oleh seluruh Negara didunia, artinya sudah masuk dalam “perencanaan nasional” semua Negara.

 

Klaus Schwab dan Sekjen PBB Antonio guteres menandatanganani kesepakatan Kerjasama, 2019

 

Beberapa kesimpulan penting yang bisa kita rangkum dari pemaparan Klaus Schwab adalah :

Bahwa pandemi menjadi titik masuk bagi sebuah agenda besar perubahan global, jadi pandemi ini adalah bagian awal dari ‘the great reset’. Klaus Schwab mendefinisikan, bahwa krisis COVID akan memiliki 3 fase, atau 3R, yaitu :

  1. Restrain : Menghadapi (virus);
  2. Recovery : Pemulihan dari pandemi.
  3. Reset : Mengatur Ulang tatanan global 

 

Sementara itu, untuk ‘the great reset’ sendiri, Klaus Schwab menyebut, ada 5 prioritas :

  1. Membuat “kontrak sosial” yang lebih inklusif.
  2. Ekonomi Dekarbonisasi (ekonomi rendah karbon)
  3. Memastikan teknologi digunakan dengan ”benar dan etis”.
  4. Membuat perusahaan melayani pemangku kepentingan global (global stakeholders) bukan hanya pemegang saham.
  5. Menciptakan “kerja sama global” untuk mencapai semua hal di atas.

 

Berikut ulasan dari apa yang kita bisa fahami dari agenda global “the great reset :

1.Membuat Kontrak sosial yang lebih inklusif

Klaus tidak mendefinisikan dengan jelas apa yang dimaksud dengan “kontrak sosial” yang baru dan lebih inklusif itu. Umumnya ‘kontrak sosial’, bisa didefinisikan sebagai suatu kesepakatan politik antara Penguasa dan yang diperintah.

Dalam sejarah dunia, baru satu kali terjadi peristiwa yang bisa didefinisikan sebagai “kontrak sosial” berskala global, yaitu ketika dibentuknya PBB setelah perang dunia 2. Tapi definisi resminya adalah :

“Kontrak sosial” akan  membentuk : “Masyarakat yang inklusif secara sosial”, yang didefinisikan sebagai sebuah masyarakat di mana semua orang merasa dihargai, perbedaan mereka dihormati, dan kebutuhan dasar mereka terpenuhi sehingga mereka dapat hidup bermartabat.

Pemahaman kita, yang disebut ‘kontrak sosial’ yang baru itu, akan terjadi antara globalis dengan seluruh negara didunia. Tapi yang kita maksud adalah bukan badan dunia seperti PBB, tapi sebuah “pemangku kepentingan global” yang berposisi diatas semua negara.

 

2.Ekonomi Dekarbonisasi

Satu-satunya agenda globalis yang menurut kita bernilai positif, dan sudah lama dikampanyekan ke seluruh dunaia adalah “ekonomi dekarbonisasi”. Istilah ini juga biasa dinamakan “Green ekonomi”.

Konsep dasarnya adalah, bahwa umat Yahudi meyakini, bahwa ketika “al Masih” mereka nanti turun, maka dia akan memimpin dunia secara abadi, tidak ada kiamat, maka dunia harus dilestarikan.

Konsep dasar dari ekonomi dekarbonisasi adalah, ekonomi yang didasarkan pada sumber energi yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) tingkat rendah.

Dalam penerapannya, dunia digiring menuju penggunaan energi terbarukan yang rendah karbon, dan makin mengurangi penggunaan energi fosil.

Untuk menggiring semua Negara mematuhi, maka diciptakan apa yang disebut “krisis iklim” atau “perubahan iklim”, yang kemudian terciptalah apa yang disebut “perjanian Paris tentang perubahan iklim”.

 

3.Memastikan teknologi digunakan dengan ”benar dan etis”

Dibidang industri, mereka akan melakukan apa yang disebut “Revolusi industri ke-4.”

Dalam Revolusi Industri 4.0, setidaknya ada lima teknologi yang menjadi pilar utama dalam mengembangkan sebuah industri digital, yaitu: Internet of Things, Big Data, Artificial Intelligence, Cloud Computing dan Additive Manufacturing.

Dalam penerapannya, teknologi tinggi yang akan diandalkan diantaranya : kecerdasan buatan (AI), robotika, Internet, kendaraan otonom, 3D printing, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.

Revolusi industry 4.0 diklaim menawarkan “bukan hanya  kemajuan” tapi “lompatan” inovasi teknologi dengan lompatan dalam efisiensi dan produktivitas, termasuk efisiensi dalam biaya transportasi dan komunikasi, logistik global, dan biaya tenaga kerja, pendidikan, kesehatan dsb.

Meski mereka sebut revolusi teknologi itu akan “beretika”, tapi  sebenarnya membawa dampak negatif yang luar biasa bagi kehidupan manusia, selain akan menciptakan pengangguran skala besar, tapi secara fatal akan menyingkirkan peran manusia sebagai “khalifah dimuka bumi”.

Hal itu karena tidak hanya pekerjan manusia akan banyak digantikan robot, tapi bahkan kebijakan yang harusnya diputuskan oleh manusia diambil alih oleh “kecerdasan buatan”. Artinya, “derajad manusia akan dianggap lebih rendah dari komputer”.

Sementara aspek-aspek penting dari manusia seperti  : kebijaksanaan, perasaan, keindahan, ketuhanan, toleransi, dan lain sebagainya, tidak lagi diperhitungkan, manusia menjadi robot yang statusnya dibawah robot.

 

4.Perusahaan melayani “pemangku kepentingan global”, bukan hanya pemegang saham

Untuk definisi ‘pemegang saham’ adalah sudah jelas, tapi dalam pemaparannya, Klaus tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan “pemangku kepentingan global” (global stakehoders).

 

5.Menciptakan “kerja sama global”

Tidak ada yang perlu dijelaskan pada poin ini, intinya semua negara harus mendukung apa yang menjadi agenda globalis.

 

Ada 17 Butir Agenda 2030 Terjemahan PBB 

Setelah diadopsi sebagai agenda resmi PBB pada 2019, agenda WEF tentang “pembangunan berkelanjutan 2030” (sustainable development 2030) atau disingkat SGDs itu kemudian diterjemahkan dalam 17 butir :


Kita tidak tertarik untuk memaparkan detail 17 agenda itu, karena sudah pasti semuanya dikemas sebagai janji-janji indah, seperti : pembangunan berkelanjutan, tidak ada lagi kemiskinan, tidak ada lagi kelaparan, pendidikan bagus, kesehatan bagus dst.

Tapi itu semua bertolak belakang dengan fakta kehidupan yang kita alamai sampai 2030, yaitu munculnya berbagai macam penyakit dan pandemi baru, krisis energi, krisis pangan dan ancaman perang nuklir. 

Tujuh belas poin itu seperti yang ada digambar diatas, tapi jika anda ingin menengok deailnya, silahkan buka dihalaman resmi PBB tentang SGDs 2030.

 

 

Dunia Setelah “The great reset”

Dampaknya akan mirip perang dunia

 

Tidak seperti beberapa tahun lalu, kini globalis lebih suka berterus-terang dengan apa sebenarnya dibalik agenda-agendanya.

Jika kita mencermati pemaparan diatas, ‘the great reset’ sepertinya akan mengubah dunia secara drastis menjadi lebih baik, tapi jika menyimak pemaparan Klaus Scwhab diforum WEF dalam video ini, nampaknya akan merupakan kebalikannya, jauh lebih mengerikan, dimana dia gambarkan efek ‘the great reset’ akan seperti perang dunia.

 

Kelas menengah turun menjadi rakyat jelata

Dalam situasi global saat ini, kita bisa membedakan antara “populasi elit” yang mendapatkan keuntungan dari “revolusi industry ke-4”, mereka yang berada dipuncak.

Dan dibagian bawah ada “kaum proletar” (rakyat jelata) yang hanya memiliki “uberized upportunity” atau “Work on demand” (pekerja lepas/ pekerja kontrak/ outsourcing)).

Kemudian kita punya “kelas menengah” (karyawan tetap). Kelas menengah ini akan terus terancam untuk anjlok ke”kelas bawah”. Kelas menengah juga biasa disebut dengan “Labourate” karena mereka punya “pekerjaan tetap”, tapi mereka akan terus terancam untuk jatuh ke bawah menjadi “proletariate” (rakyat jelata).

This entry was posted in Agenda Global and tagged , , , . Bookmark the permalink.

8 Responses to PANDEMI DAN ‘THE GREAT RESET’

  1. zn says:

    min, apakah agenda “tidak boleh ada negara maju kecuali israel” termasuk bagian agenda the great reset juga??

  2. KUNTO BIMO says:

    Semua yg dibilang si Klaus hanya mimpi dia di siang bolong. Namun, soal eskalasi menuju dan terjadinya WW III nyaris mendekati kebenaran. Seperti yang nubuwat Rasulullah SAW jabarkan. Yg penting sebagai umat akhir zaman kita harus waras dan waspada. Dan jgn secara sadar dan sukarela jadi pengikut Dajjal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *