Terlepas dari kebencian orang terhadap sekte Shiah yang menjadi aliran terbesar di Iran, tapi faktanya Iran mempunyai sejarah panjang yang unik dan luar biasa. Berawal dari kekaisaran Persia, sebuah negeri yang didirikan oleh Cyrus Yang agung (The Great Cyrus) 2570 tahun lalu, yaitu pada abad 550SM ini banyak menyimpan keistimewaan.
Beberapa keistimewaan yang dimiliki oleh bangsa Persia ini adalah, Iran pernah menjadi Super power dunia, Iran adalah satu-satunya negara muslim didunia yang belum pernah dijajah oleh Ya’juj Ma’ju yang menunggangi bangsa Eropa. Selain itu adalah keistimewaan muslim Persia yang juga disebut-sebut dalam beberapa Hadits Shahih riwayat Muslim.
Kita tidak akan membahas detail soal sejarah panjang bangsa Iran, tapi mungkin jika ada waktu kita akan suguhkan dalam artikel tesendiri. Kita hanya akan merefresh ingatan kita, dimana sejak 1941 sampai dengan 1979, Iran pernah diperintah oleh Kaisar terakhir Iran, diktator Muhammad Reza Pahlavi.
Tapi, tumbangnya ‘The last Emperor of Iran’ itu tidak hanya merubah Iran menjadi sebuah negara Republik , tapi menjadi awal mimpi buruk bagi Israel sampai sekarang.
Ini adalah sebuah artikel dari Sputnik yang menyajikan penuturan seorang Agen rahasia Israel Mossad seputar jatuhnya Kaisar terakhir Iran Muhammad Reza Pahlevi, seorang diktator yang saat itu mempunyai hubungan dekat dengan Israel.
Sebelum kepulangan Imam Khomeini ke Iran dari pengasingannya di Perancis 1979, Saat itu Israel pernah menolak permintaan sang diktator Reza Pahlevi untuk membunuh Imam Khomeini.
Menjadi menarik disimak, karena setelah revolusi 1979, Iran menjelma menjadi satu-satunya negara Muslim yang menjadi musuh Israel terbesar saat ini, juga karena penuturannya diungkapkan oleh seorang ex agen rahasia Israel.
Dia juga menyoroti kemungkinan Israel akan menjatuhkan penguasa Iran sekarang dengan cara yang sama dengan saat menjatuhkan Reza Pahlevi
Israel telah melakukan hal yang benar dengan tidak melenyapkan almarhum mantan Pemimpin tertinggi Iran Imam Khomeini, kata ex agen Intelijen Israel Mossad, Eliezer Tsafrir. Seandainya saat itu (1979) Mossad melakukannya, dunia tidak akan pernah menyaksikan besarnya masalah (bagi Israel) yang disebabkan oleh “rezim Ayatullah” itu.
Mantan kepala agen mata-mata Mossad Israel untuk Iran, Eliezer Tsafrir menyebut dia menyaksikan langsung unjuk rasa di Teheran yang menandai berakhirnya pemerintahan syah Iran (Reza Pahlevi) dan pendirian Republik Islam pada tahun 1979.
Dia ingat masa-masa yang lebih baik (bagi Israel) itu, ketika dulu orang Israel masih disambut di Iran dan Teheran belum seperti sekarang yang “mengancam untuk menghapus Israel dari peta”.
Israel Ingin Iran kembali seperti era Reza Pahlevi (1941-1979)
Meskipun Iran keberatan dengan rencana pemisahan PBB tahun 1947, yang membagi Palestina menjadu dua wilayah Yahudi dan Arab, tapi saat itu Iran adalah negara mayoritas Muslim kedua setelah Turki yang mengakui negara Yahudi yang baru didirikan pada tahun 1948.
Saat itu, Israel menghargai hubungannya dengan Negara-negara Muslim, terutama mengingat adanya sikap permusuhan dari Negara-negara Arab tetangga Israel. Pada masa itu Iran mengkhawatirkan pertumbuhan pan-Arabisme di bawah kepemimpinan presiden Mesir saat itu Gamal Abdel Nasser. Dan dan sebagai hasilnya, Iran menganggap Israel tidak hanya sebagai pintu gerbang ke Washington dan dukungan keuangannya, tetapi juga sebagai sekutu alami.
Pada zaman itu, Kedua negara juga mempertahankan hubungan ekonomi yang stabil. Iran menjual minyaknya ke Israel, sesuatu yang banyak negara tetangga enggan melakukannya, sedangkan Tel Aviv telah menjadi salah satu pengekspor utama ke Iran, yang menyuplai barang dan jasa dari Israel. Salah satunya adalah jasa pelatihan oleh badan keamanan Israel kepada Agen polisi rahasia Iran ‘Savak’ yang terkenal kejam itu.
Pada era itu “Bagi Israel, Iran adalah sekutu terpenting kedua di dunia. Pada tahun terakhir pemerintahan syah Reza Pahlevi, kami memiliki sekitar 1.300 warga Israel yang bekerja di Iran. Mereka adalah para pengusaha, ahli agronomi, dan para insinyur “, kata Tsafrir.
Berakhirnya Kedekatan Israel dengan Iran
Tapi kita sadar, masa itu tidak diberarti akan terus bertahan. “Semuanya sudah tersirat, Kami tahu bahwa sisa-sia waktu bagi shah Iran (Reza Pahlevi) tinggal menghitung hari, tetapi saat itu kami tidak tahu kapan semuanya akan berakhir”, kenangnya.
Pada tahun 1978, di tengah kerusuhan yang sedang berlangsung, Harian The New York Times memperkirakan bahwa masa kekuasaan Kaisar Iran (Reza pahlevi) itu masih lima belas tahun lagi sampai rezimnya akhirnya akan digulingkan. Mossad dan bahkan dinas Polisi rahasia Iran pada saat itu juga memiliki pandangan serupa.
Ternyata mereka semua salah. Unjuk rasa besar-besaran kemudian meletus pada November 1978. Dalam salah satu aksi unjuk rasa itu, ribuan demonstran menyerbu kantor pusat perwakilan Israel di Teheran El Al.
“Mereka (demonstran) membakar kantor itu, sehingga orang-orang harus melarikan diri dari kantor melalui atap, melompat dari satu atap keatap lain, agar tidak jatuh ke tangan masa yang marah”, kenang Tsafrir, yang memperhatikan situasi saat itu dengan cermat.
“Butuh waktu lima jam bagi pihak berwenang untuk menyelamatkan dan membubarkan kerumunan dan pada saat itulah kami menyadari bahwa kami harus menyelesaikan masalah kami sendiri”, kata mantan mata-mata itu.
Tsafrir kemudian menelepon Tel Aviv dan memberi tahu atasannya tentang apa yang telah terjadi. Sebagai tanggapan, Israel mengirim tiga pesawat yang ditujukan untuk mengeluarkan semua warganya, dan mantan kepala kantor bertugas mengawasi agar bahwa semuanya berjalan lancar.
Pada saat itu, Israel sudah menyadari bahwa hubungannya dengan Iran telah mencapai titik yang tidak dapat dipulihkan. Tapi Tel Aviv tidak sendirian. Shah (Reza Pahlevi) juga tahu dan mengerti arah yang akan diambil negaranya.
“Pada bulan Desember (1979), saya dihubungi oleh seorang pejabat tinggi Iran yang menyampaikan kepada saya permintaan pribadi dari syah Iran. Dia ingin tahu apakah Mossad (agen intelijen Israel) bersedia membunuh Ayatollah Khomeini di Paris. Saya segera memberi tahu pemerintah di Tel Aviv tentang permintaan itu , tetapi mendapat jawabab ‘tidak’. ‘Israel bukan polisi dunia”.
Israel Inginkan Revolusi baru di Iran
Melihat situasi sekarang, Tsafrir tidak menyesali keputusan itu. “Seandainya saat itu (1979) kita melenyapkan (Khomeini), tentu seluruh dunia telah melawan kita dan masyarakat internasional tidak akan pernah mengerti besarnya bencana yang bias kita selamatkan dari mereka. Mereka mengerti sekarang”.
Tel Aviv dan AS menuduh Iran telah mengembangkan bom nuklir yang mereka klaim berpotensi digunakan terhadap Israel dan negara-negara lain, tuduhan yang dibantah Teheran. Republik Islam juga dituduh menganiaya minoritas, melanggar hak asasi manusia, dan menggunakan kekuatan berlebihan untuk mengekang oposisi terhadap rezimnya. “Suatu hari semua ini akan berakhir”, Tsafrir percaya itu.
“80 persen dari populasi Iran adalah Pria dan wanita muda yang bosan dengan pembatasan yang diberlakukan rezim ini pada mereka. Mereka ingin mengenakan celana jins dan lipstik, menyingkirkan pemisahan di tempat-tempat umum dan, yang paling penting, mereka ingin hak mereka dipulihkan” . kata Tsafrir .
Selama beberapa tahun terakhir, Iran telah mengalami beberapa unjuk rasa besar terhadap pemerintah atas kepemimpinannya saat ini. Salah satu aksi unjuk rasa terbesar terjadi pada 2009 setelah kemenangan Mahmoud Ahmadinejad dalam pemilihan presiden negara itu.
Ratusan ribu orang yang percaya bahwa pemilihan itu dicurangi turun ke jalan-jalan di Teheran dan menuntut pemecatan Ahmaddinejad. Setidaknya ada 20 orang tewas dalam proses itu, sementara banyak lainnya terluka atau ditangkap.
Akankah Israel bisa menumbangkan pemerintahan Iran dan mengganti dengan penguasa bonekanya? Sepertinya sangat kecil, karena para penguasa Iran sudah sangat faham strategi standar Israel dan AS.