Perang Suriah tidaklah seperti yang banyak orang bayangkan atau yang diinfokan media sosial, apalagi percaya begitu saja dengan sandiwara menggelikan bahwa perang besar itu hanya dipicu protes spontan seorang remaja 15 tahun bernama Mouawiya Syasneh setelah sholat Jum’at karena tidak puas dengan pemerintah.
Ini adalah artikel di Nordicmonitor.com yang dirilis 22 juli 2020 kemarin yang menulis pengakuan seorang perwira di Badan Intelijen Turki (MIT) Letnan Murat Aletirik, tentang proses perekrutan anggota FSA (Free Syrian Atmy) yang dilakukan MIT dan CIA. Transkrip asli berbahasa Turki tentang kesaksiannya didepan pengadilan ini juga bisa anda baca disana.
Sebagian anggota FSA yang asli adalah tentara Suriah yang membelot, tapi itu jumlahnya tidak banyak dan sekarang oleh Turki sengaja dibuat membaur dengan kelompok miltan lain di Idlib. Meski menurut perjanjian dengan Rusia, Turki harus memisahkan pemberontak Suriah dengan militan, tapi Turki tidak pernah mau melakukannya, ini untuk mencegah Rusia dan Suriah menyerang miltan di Idlib.
Letnan Murat Aletirik mengungkapkan perekrutan anggota FSA jadi-jadian ini dalam persidangan dirinya yang didakwa ikut terlibat dalam Kudeta gagal pada 2016.
Dalam serangkaian program pelatihan dan penyediaan peralatan (militer) yang didanai Pentagon, Organisasi Intelijen Nasional Turki “Milli İstihbarat Teşkilatı” atau MIT berupaya menyembunyikan informasi tentang kaitan antara Agen mata-mata Turki itu dengan al-Qaeda dan ISIS dari militer AS dan CIA, dan kemudian mencitrakannya sebagai oposisi moderat Suriah, seorang perwira militer Turki yang terlibat dengan operasi rahasia itu mengungkapkan.
Menurut transkrip kesaksian Letnan Murat Aletirik dari Komando Pasukan Khusus yang diperoleh oleh Nordic Monitor, Badan intelijen Turki MIT secara rahasia mengeluarkan pedoman tentang bagaimana memilih dan merekrut militan Suriah untuk program pelatihan yang dipimpin AS, dan meminta petugas Turki untuk memiimalisir keterkaitannya dengan kelompok militan.
Proses wawancara dan perekrutan pejuang oposisi Suriah adalah bagian dari operasi gabungan AS-Turki yang dilakukan disebuah provinsi diTurki yang berbatasan dengan Suriah. Operasi ini dikoordinasikan oleh militer Turki dan AS, tetapi rekrutmen di lapangan dilakukan oleh MIT dan pemeriksaan dan screening akhir dilakukan oleh CIA.
Letnan Aletirik adalah salah satu perwira Pasukan Khusus Turki yang ditugaskan oleh badan intelijen MIT sebagai pewawancara karena agen tersebut kekurangan petugas untuk merekrut dan menyaring ribuan anggota militan. Anggota MIT bisa dari tentara Turki atau Komando Pasukan Khusus, yang menjalankan operasi inkonvensional, dan menugaskan perwira militer untuk program tersebut.
“Saat itu perintah yang diberikan MIT kepada kami adalah seperti ini: Lihat saja apakah mereka bersimpati terhadap PKK (Partai Pekerja Kurdistan), PYD (Partai Serikat Demokratik) atau cabang dari PKK. Orang yang dari organisasi teroris lainnya bagi kita tidak masalah,” kata Aletirik pada persidangan pada 19 Juli 2018 di Pengadilan Kriminal Tinggi ke-17 di Ankara.
PKK dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa, tetapi hanya Turki yang mengakui PYD sebagai kelompok teror.
“Melalui pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara, kami berusaha mencari tahu apakah para kandidat anggota Tentara pembebasan Suriah (FSA) itu bersimpati kepada suatu organisasi teroris mana pun,” tambah Aletirik.
“Ini penting karena orang-orang ini akan dilatih dan dilengkapi dengan senjata,” kata Aletirik, dia menekankan bahwa dia dan pewawancara lain telah mencoba untuk memastikan apakah para kandidat memiliki hubungan dengan PKK dan cabang-cabangnya, tetapi apakah juga memiliki hubungan dengan Front Nusra, al-Qaeda dan ISIS.
Namun, para agen mata-mata Turki itu tidak peduli jika diantara mereka ada yang memiliki hubungan dengan organisasi-organisasi jihad radikal bersenjata dan hanya fokus pada hubungan dengan kelompok-kelompok Kurdi yang terlarang.
Sebenarnya, ini adalah salah satu ketidaksepakatan utama antara Militer Turki dan MIT pada saat itu, karena daftar yang disiapkan oleh MIT dalam banyak kasus, dalam proses pemeriksaan tidak discreening oleh Pentagon atau CIA, dan itu menempatkan militer Turki di posisi yang sulit.
NordicMonitor.com sebelumnya merilis dokumen rahasia yang mengungkapkan bahwa pihak AS semakin khawatir ketika seorang perwira MIT yang bernama Halil Ibrahim, tiba-tiba membawa ratusan nama-nama militant dari Idlib yang ingin bergabung dengan program ini, sehingga CIA harus memperlambat proses pemeriksaan dan screening para militan itu.
Beberapa staf Jendral Turki kemudian mengkomunikasikan masalah itu dengan militer AS, dan meminta proses pemeriksaan dipercepat, tetapi dijawab bahwa MIT belum memberikan informasi yang cukup tentang para militan yang dipilih.
Pada tahun 2016 sekitar 2.500 militan direkrut oleh MIT, dan daftar nama dan identitas detail mereka diserahkan kepada fihak militer AS. CIA telah menscreening menjadi hanya 361 militan pada 6 Juni 2016.
Para kandidat militan yang dipilih untuk perekrutan diambil dari agen-agen yang dikelola oleh MIT dalam 15 sampai 20 kelompok di provinsi-provinsi Turki seperti Kilis, Urfa dan Elazığ dan kemudian diangkut dengan bus sipil ke lokasi wawancara, kata Aletirik. “Kadang-kadang kami mengumpulkan warga Suriah dari perbatasan atau dari kamp, dan ditambahkan bahwa program itu dikoordinasikan dengan AS.”
AS telah menghabiskan $500 juta pada tahun 2015 untuk melatih dan memperlengkapi pemberontak guna membentuk 5.000 pasukan pemberontak selama pemerintahan Obama, tetapi program itu ditutup pada Oktober 2015 setelah sebagian besar militan keluar dan bergabung dengan kelompok-kelompok radikal termasuk ISIS atau ditangkap oleh faksi lawan.
Pentagon melanjutkan program ini dengan beberapa penyesuaian pada tahun 2016, hanya kemudian dibatalkan pada tahun 2017 atas perintah Presiden Donald Trump. Sejak itu Turki terus melatih, mempersenjatai, dan memperlengkapi pemberontak sendiri, bahkan memperluas programnya.
Aletirik terjebak dalam peristiwa kudeta yang gagal pada 15 Juli 2016 ketika ia dan anggota Pasukan Khusus lainnya dikerahkan ke Staf Umum untuk melawan ancaman teroris.
Dia tidak pernah mempertanyakan perintahnya ketika pada 14 juli Kolonel Murat Korkmaz memanggil dia dan beberapa orang lainnya untuk memberi tahu tentang pelatihan yang disebut militer sebagai “operasi inkonvensional” (Konvensiyonel Olmayan Harekat, KOH), untuk perlindungan dan keamanan.
Ketika mereka bertemu di tempat pertemuan pada hari berikutnya, mereka diberitahu bahwa tim akan ini dikerahkan untuk melindungi markas Staf Umum terhadap ancaman teroris.
“Saya tidak pernah melihat ada perintah tertulis. Saya tidak pernah mempertanyakan perintah dan instruksi yang diberikan kepada saya, itu sebagai bagian dari tugas saya (di Pasukan Khusus). ” … Saya melakukan tugas-tugas saya tanpa mempertanyakan, karena untuk kepentingan negara kepercayaan sangat penting dalam Pasukan Khusus.
Sebuah perintah tidak bisa dipertanyakan. Jika ada orang berpikir bahwa ini salah, saya kira saya bukan orang yang perlu ditanyai tentang hal ini. Ini adalah budaya militer dan Pasukan Khusus. Beginilah cara kerjanya, ” Aletirik menjelaskan.
Dakwaan Kudeta yang direncanakan terhadapnya tidak didukung oleh bukti yang menunjukkan bahwa dia benar-benar ikut berpartisipasi dalam upaya putschist (kudeta) itu.
Dia dituduh telah membunuh 11 orang dan melukai 43 orang, tetapi surat dakwaan itu tidak memiliki bukti uji balistik, sidik jari atau arsip yang menegaskan bahwa dia sebenarnya yang menembak. Tidak ada pernyataan saksi atau rekaman CCTV yang bisa disajikan untuk memberatkannya. Dia berulang kali menyatakan tidak bersalah atas kejahatan yang dituduhkan dilakukannya.
Aletirik mengalami empat hari penyiksaan di tahanan polisi antara tanggal 16 dan 20 Juli 2016. Dia ditelanjangi sampai ke pakaian dalamnya, dijebloskan ke sel yang penuh dengan kotoran manusia di lantai dan terus-menerus dipukuli dan ditendang.
Setelah resmi ditangkap, dia dibawa ke Penjara Sincan dan penyiksaan terus berlanjut. Selama audiensi dia meminta rekaman video CCTV di Staf Umum, kantor polisi dan penjara di mana dia menjadi sasaran penyiksaan, tetapi pihak berwenang menolak untuk memberikannya.
Ingatannya tentang peristiwa penyiksaan dipenjara itu selaras dengan yang terjadi pada banyak perwira lain yang dipenjara yang mengalami penyiksaan berat saat berada dalam tahanan polisi.