UPDATE PENELITIAN COVID-19 – INFEKSI ULANG LEBIH BERESIKO

 

Beberapa hari lalu kita mengupdate penelitian dari Korea selatan dan China, dan akan terus mengupdate hasil penelitian dari berbagai belahan dunia.

Beberapa kesimpulan awal atas karakter virus ini akan terus kita update, sementara yang bisa kita catat :

  • Besar kemungkinan, Virus ini bisa melakukan mutasi genetik dengan sangat cepat, artinya antobodi pada pasien yang telah sembuh tidak mengenali lagi virus yang telah bermutasi genetik.
  • Bahwa kemungkinan, pembuatan Vaksin bisa terkendala, dimana akan berkejaran dengan kecepatan mutasi genetik virus ini.  
  • Bahwa pembuatan Vaksin kemungkinan bisa menghadapi problem yang rumit, karena vaksin yang dibuat harus bisa menangani puluhan varian Virus baru yang muncul. 
  • Sebelumnya  WHO menyebut bahwa meski vaksin telah ditemukan dan disebarkan, bukan berarti virus ini bisa dilenyapkan dari muka bumi, dan ini semakin dimantabkan oleh istilah baru yang dirilis WHO, yaitu       “New-Normal”. Ini bukan berarti kita akan kembali ke situasi Normal seperti sebelumnya, tapi maknanya adalah bahwa kita harus terbiasa hidup bersama dengan Virus ini. 
  • Bahwa orang yang sudah sembuh bisa terinfeksi kembali.
  • Bahwa orang yang sudah sembuh dan dinyatakan negatif dengan hasil tes swab, terbukti masih bisa mengembangkan  penyakit ini lagi setelah terkena paparan udara dingin yang berlebihan. 
  • Bahwa 60% dari yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala.
  • Infeksi ulang lebih beresiko, karena bisa kehabisan Antibodi.

Mudah-mudahan Allah segera menurunkan penangkal virus aneh yang telah membuat pandemi global yang karakter wabahnya mungkin belum pernah ada sejak sejarah pertama umat manusia ada didunia ini.

Mengingat betapa dahsyatnya virus SARS-CoV-2 yang penyakitnya dinamakan Covid-19 ini,  Kita mengingatkan kepada saudara-saudara muslim untuk sekuat tenaga mematuhi anjuran Nabi untuk tetap tinggal dirumah :

“Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengabarkan kepadaku bahwa wabah thaun itu adzab yang Allah kirim kepada orang yang Dia kehendaki. Allah jadikan wabah sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang di negerinya mewabah thaun lalu dia tetap berada di rumahnya dengan sabar dan berharap pahala, dia yakin bahwa tidak ada musibah yang menimpanya kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagi dirinya melainkan baginya pahala seperti pahala seorang syahid.” (HR. Al-Bukhari, al-Nasai, Ahmad.)

 

 

PENELITIAN DI INGGRIS :  YANG PERNAH SEMBUH BISA TERINFEKSI LAGI DAN BERESIKO KEHABISAN ANTIBODI

 

Sebuah studi penting di Inggris mengungkapkan bahwa kekebalan tidak bertahan lebih dari beberapa bulan, dan virus dapat menginfeksi kembali orang itu dari tahun ke tahun, seperti flu biasa.

Menurut penelitian yang dirilis di Inggris pada hari Senin 13/7/20, Pasien dapat kehilangan kekebalan terhadap infeksi ulang dalam beberapa bulan, dan para ahli itu mengatakan dapat memiliki dampak “signifikan” pada sistem kesehatan di seluruh dunia dan mempengaruhi bagaimana pemerintah mengelola pandemi.

Tim peneliti dari King’s College London sampai pada kesimpulan ini, setelah memeriksa tingkat antibodi pada lebih dari 90 pasien virus yang dikonfirmasi dan bagaimana mereka berubah dari waktu ke waktu.

Studi pertama di Inggris menemukan kadar antibodi yang dapat menghancurkan virus memuncak sekitar tiga minggu setelah timbulnya gejala kemudian dengan cepat menurun.

Menurut  kelompok studi itu, 60 persen menunjukkan tanggapan virus “kuat” dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi. Tiga bulan kemudian, hanya 16,7 persen yang dapat mempertahankan antibodi penawar COVID-19 tingkat tinggi, dan setelah 90 hari beberapa pasien tidak memiliki antibodi dalam  darah mereka.

 

CATATAN TENTANG KARAKTER VIRUS CORONA DI RUSIA

Sebagian besar pasien coronavirus adalah memiliki golongan darah A, sementara mereka yang memiliki golongan darah AB adalah yang paling sedikit, kepala Badan Biologi Medis Federal Rusia Veronika Skvortsova mengatakan pada hari Jumat.

“Fakta menarik ini telah dicatat oleh spesialis asing dan telah diverifikasi oleh pusat-pusat agensi Rusia. Mayoritas dari mereka yang terinfeksi memiliki golongan darah A, selanjutnya diikuti oleh tipe O dan B. Dan, memang golongan darah yang paling langka adalah tipe AB.” Kata Skvortsova pada konferensi pers online yang diselenggarakan oleh TASS.

Namun dia mencatat bahwa itu mungkin karena tipe A adalah yang paling banyak di antara populasi.

“Proporsi kasus yang tanpa gejala adalah sangat tinggi: di Moskow menyumbang 60% dan di negara ini secara umum, ada hampir 1.5 dari setiap 2 kasus,” kata Veronika Skvortsova.

Adapun pasien yang mengalami gejala COVID-19 ringan, mereka dapat mengalami kekurangan jumlah antibodi yang diperlukan untuk membentuk kekebalan terhadap penyakit, Skvortsova mencatat.

“Telah banyak didokumentasikan bahwa orang yang pulih dengan gejala ringan tidak memiliki cukup antibodi dalam yang dibutuhkan untuk mendapatkan kekebalan nyata.”

“Untungnya, jumlah kasus yang membutuhkan oksigen tambahan dan ventilasi paru-paru buatan (diRusia) juga menurun,” “Sekarang, situasi kasus virus korona yang baru dikonfirmasi relatif telah, stabil karena pertumbuhan harian sekitar 10.500 akhir-akhir ini,” kata Skvortsova.

“Rata-rata masa inkubasi virus ini adalah sekitar lima hari, lima atau lima setengah hari, bukan satu atau dua hari, seperti pada infeksi pernapasan akut lainnya.” Masih belum jelas berapa lama pasien yang pulih tetap menjadi pembawa virus corona baru, lanjut Veronika Skvortsova.

“Harus diakui bahwa masih belum jelas untuk berapa lama virus ini bisa tetap berada dalam tubuh manusia. Para ilmuwan di berbagai negara sekarang berusaha mencari tahu. Jika keberadaan virus di hidung atau tenggorokan tidak teridentifikasi, itu tidak berarti bahwa virus ini sama sekali sudah tidak ada dalam tubuh pasien, ” kata Skvortsova.

Menurut deskripsi dari beberapa kasus di negara yang berbeda, beberapa pasien yang pulih yang telah dua kali dites negatif untuk virus korona, terbukti bisa mengembangkan penyakit ini lagi setelah terkena paparan suhu dingin atau berlebihan.

“Ini mungkin terjadi karena dua alasan, bisa karena terinfeksi kembali, atau reaktivasi virus masih ada dalam tubuh manusia,” Skvortsova menjelaskan.

Sebelumnya, kepala dokter rumah sakit infeksi republik di Buryatia, Tatyana Symbelova mengatakan kepada media, bahwa ada seorang pasien wanita yang harus dibawa kembali ke rumah sakit dengan gejala sama COVID-19.

 

KORSEL TEMUKAN 2 KASUS MIRIP PENYAKIT KAWASAKI 

Health workers conduct a virus screening test at a community health center in Bucheon, just outside of Seoul, on May 18, 2020. (Yonhap)

Untuk pertama kalinya pada hari ini 26/5 Korea Selatan melaporkan adanya  dugaan 2 kasus sindrom inflamasi yang tidak dikenal pada anak-anak yang disinyalir terkait dengan virus corona baru untuk pertama kalinya.

Dua kasus itu satunya menginfeksi anak dibawah usia 10 dan satu orang remaja  di Seoul, dengan penyakit yang gejalanya mirip dengan penyakit langka Kawasaki, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KCDC).

“Salah satu dari dua kasus yang dicurigai saat ini tidak sesuai dengan definisi penyakitnya,”. “Namun, kami sedang memeriksa kedua kasus yang dilaporkan itu.” kata Wakil Direktur KCDC Kwon Jun-wook dalam sebuah pengarahan.

Penyakit ini, bernama Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C), pertama kali muncul di Eropa pada bulan April lalu. Ratusan anak-anak di total 13 negara sejak itu dirawat di rumah sakit, dimana dalam beberapa kasus telah menyebabkan kematian.

Gejala penyakit MIS-C diantaranya adalah radang pembuluh darah, tangan dan kaki bengkak, muntah, sakit perut dan diare, yang mirip dengan penyakit Kawasaki.

Penyakit Kawasaki sendiri adalah penyakit langka yang terjadi pada 1 dari 10.000 anak di bawah usia 5 tahun. 

Saat ini belum ada bukti bahwa penularan MIS-SC adalah terkait dengan COVID-19, dengan penyebab pasti yang belum teridentifikasi, menurut KCDC. Penyakit ini masih sangat langka.

KCDC mengeluarkan definisi untuk kasus penyakit ini, yang menyerang  anak-anak dan remaja di bawah 19, dengan menunjukkan gejala demam 38 derajat Celcius atau lebih dari selama 24 jam atau lebih, dengan peradangan dan multisistem (dua atau lebih) yang melibatkan organ dalam dan menimbulkan kondisi klinis yang parah yang memerlukan rawat inap.

Tidak ada Pathogen lain penyebab peradangan yang ditemukan, atau bukti adanya infeksi COVID-19, atau riwayat pajanan COVID-19 dalam waktu empat minggu sebelum timbulnya penyakit ini, kata  KCDC.

Kasus-kasus penyakit baru ini muncul hanya sehari setelah KCDC membentuk sistem untuk mendeteksi dan menganalisis MIS-C. Dokter disarankan untuk melapor ke otoritas kesehatan Korsel jika mereka mengidentifikasi pasien yang menunjukkan gejala seperti itu.

 

PENILITI RUSIA MENGUJI COBA VAKSIN COVID-19 PADA DIRINYA SENDIRI

Russian researchers test coronavirus vaccine on THEMSELVES, team leader says they now have antibodies

Para ilmuwan di Rusia telah melakukan percobaan tidak resmi pertama untuk vaksin Covid-19 , dan mereka mengatakan hasilnya efektif. Para Epidemiolog di Moskow itu mengambil langkah tidak lazim dengan menyuntikkan vaksin kediri mereka sendiri dan memeriksa hasilnya sendiri.

Uji coba yang dilakukan oleh ahli di Pusat Penelitian Nasional untuk Epidemiologi dan Mikrobiologi itu dilaporkan mendapati bahwa para peserta uji coba mendapat kekebalan terhadap virus Covid-19 tanpa efek samping. Kata direktur pusat penelitian Alexander Ginzburg, ini berarti hanya selangkah untuk mendapat persetujuan dari negara.

“Kami akan menganggap percobaan ini berhasil ketika kami sudah mendapatkan izin untuk uji coba resmi dari Kementerian Kesehatan Rusia dan melaksanakannya,” katanya kepada kantor berita Rusia TASS.

Menurut Ginzburg, para ilmuwan memilih untuk memvaksinasi diri sendiri, itu tidak hanya untuk membuktikan keefektifan ciptaan mereka, tetapi juga untuk mempertahankan diri mereka dari virus dan mendapatkan kekebalan, dan memungkinkan mereka untuk terus bekerja sepanjang pandemi ini.

Direktur penelitian itu tidak merinci berapa banyak orang yang divaksinasi, tetapi menggambarkan mereka semua sebagai “hidup, sehat dan bahagia.” Ginzburg percaya bahwa akan memakan waktu sekitar enam bulan untuk mengimunisasi seluruh negara setelah vaksin disetujui secara resmi.

Jika semuanya berjalan sesuai rencana, dia berharap akan bisa disetujui pada akhir musim panas. Menurutnya, orang pertama yang diimunisasi haruslah dokter garis depan dan orang tua.

Pada hari Kamis lalu, Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko mengatakan kepada saluran TV Russia 1 bahwa “akses ke penggunaan vaksin yang lebih luas akan muncul sekitar akhir Juli.”

Sebelumnya, Wakil PM Rusia Tatyana Golikova telah melaporkan bahwa 47 vaksin berbeda sedang dikembangkan di seluruh negeri.

 

 RESIKO KEMATIAN LEBIH BESAR PADA PENGGUNAAN OBAT ANTI MALARIA

Dalam sebuah penelitian baru terhadap hampir 100.000 pasien di seluruh dunia, obat malaria yang disarankan oleh Presiden Donald Trump sebagai terapi perawatan untuk virus corona , menyimpulkan bahwa Hidroksi Kroroquin tidak membantu dan justru terkait dengan risiko kematian dan masalah gangguan irama jantung yang lebih besar.

Sebuah Laporan di Jurnal The Lancet yang dirilis jum’at 23/5 memang bukanlah sebuah pengujian Hidroksi kloroquin ataupun kloroquin yang ketat, tetapi sejauh ini merupakan tinjauan terbesar terhadap penggunaan Kloroquin dalam penerapan di dunia nyata, yang menjangkau 671 rumah sakit di enam benua.

“(Pemakaian Kloroquin) bukan hanya tidak ada manfaatnya, tetapi kami melihat indikasi bahaya yang sangat konsisten,” kata Dr. Mandeep Mehra salah satu ketua tim penelitian, dan spesialis jantung di Brigham and Women’s Hospital di Boston.

Para peneliti itu memperkirakan bahwa tingkat kematian akibat penggunaan obat-obatan itu (Kloroquin), baik yang dengan atau tanpa antibiotik seperti azithromycin adalah sekitar 13%, dan untuk pasien yang tidak diberikan pengobatan seperti itu sekitar 9%. Sementara, risiko (penggunaan Kloroquin) dalam menimbulkan masalah pada irama jantung yang serius menjadi lebih dari 5 kali lebih besar.

Meskipun hanya bersifat observasional, skala dan ruang lingkup penelitian ini memberikan banyak dampak, kata Dr. David Aronoff, kepala penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center.

“Ini benar-benar memberi kita tingkat kepercayaan bahwa kita tidak mungkin mendapat manfaat yang besar dari obat ini dalam pengobatan COVID-19, dan mungkin malah membahayakan,” kata Aronoff, yang tidak terlibat dalam penelitian.

Trump berulang kali telah menganjurkan penggunaan obat-obatan malaria, dan mengatakan dia sendiri menggunakan hydroxychloroquine untuk mencoba mencegah infeksi atau meminimalkan gejala dari coronavirus.

Obat-obatan ini sendiri telah disetujui untuk mengobati penyakit Lupus dan Rheumatoid arthritis dan untuk mencegah dan mengobati Malaria, tetapi belum ada pengujian besar yang ketat yang menyimpulkan bahwa Kloroquin aman atau efektif untuk mencegah atau mengobati COVID-19.

Orang yang cukup sakit untuk dirawat di rumah sakit karena coronavirus tidak sama dengan orang sehat yang memakai obat dalam situasi lain, sehingga keamanan tidak dapat diasumsikan dari penggunaan terapi sebelumnya, kata Mehra.

Obat-obatan ini juga berpotensi menimbulkan efek samping yang serius. Food and Drug Administration telah memperingatkan agar tidak menggunakan hydroxychloroquine dengan antibiotik dan mengatakan bahwa obat malaria ini hanya boleh digunakan untuk coronavirus dalam studi formal.

Karena kurangnya hasil tes yang lebih ketat, maka “orang perlu melihat bukti efektifitasnya dalam dunia nyata” untuk mengukur keamanan atau efektivitasnya. Hasil penelitian pada para pasien, dari basis data penelitian global yang sudah lama ada, adalah fakta yang nyata yang bisa dipakai sebagai sebuah basis data,” katanya.

Studi ini disebut telah mengamati hampir 15.000 orang yang terinfeksi COVID-19 yang diberikan salah satu obat malaria itu, baik dengan atau tanpa salah satu antibiotik yang dianjurkan, dan juga pada lebih dari 81.000 pasien yang tidak mendapatkan obat-obatan (malaria) tersebut.

Secara keseluruhan, 1.868 orang pasien hanya meminum Klorokuin saja, 3.783 orang pasien disertai dengan antibiotik, 3.016 orang hanya diberi Koroquin saja  dan 6.221 diberi Kloroquin ditambah antibiotik.

Sekitar 9% pasien yang tidak menggunakan obat tersebut meninggal di rumah sakit, sementara ada 16% yang meninggal dengan terapi Klorokuin, 18% yang meninggal dengan terapi hidroksi klorokuin, 22% yang meninggal  dengan terapi klorokuin ditambah antibiotik, dan 24% dengan terapi hidroklorokuin ditambah antibiotik.

Setelah memperhitungkan usia, factor merokok, berbagai kondisi kesehatan, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi kelangsungan hidup, para peneliti memperkirakan bahwa penggunaan obat-obatan itu kemungkinan berkontribusi pada  34% hingga 45% dari risiko kematian tambahan yang mereka amati.

Sekitar 8% dari mereka yang menggunakan hydroxychloroquine dan antibiotik mendapat gejala masalah pada irama jantung sementara  0,3% dari pasien yang tidak menggunakan obat dalam penelitian ini. Masalah yang lebih banyak juga terlihat pada pasien dengan penggunaan obat lainnya.

Hasilnya menunjukkan obat-obatan ini “tidak berguna dan mungkin malah berbahaya” pada orang yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19, kata profesor Christian Funck-Brentano, dari Universitas Sorbonne di Paris, yang menulis dalam komentar yang diterbitkan oleh jurnal itu.

 

WHO : DUNIA AKAN MEMASUKI ERA “NEW NORMAL “

Direktur Regional WHO asia tenggara yang mengadakan pengarahan teknis virtual dengan para pejabat kesehatan  dari 11 negara anggota untuk sesi Majelis Kesehatan Dunia ke-73 yang akan datang, mengatakan bahwa dunia harus siap memasuki era “New Normal”

“Negara-negara di Kawasan (asia tenggara) harus mengambil tindakan yang berdasarkan bukti, dan melakukan penilaian risiko dengan hati-hati sembari melakukan pengetatan kesehatan masyarakat dan kebijakan-kebijakan sosial.”, kata Dr Poonam Khetrapal Singh, Direktur Regional WHO Asia Tenggara.

Fokusnya harus pada epidemiologi lokal COVID-19, untuk mengidentifikasi hot-spot dan Klaster (kelompok/lingkungan), kapasitas sistem dan responden untuk menemukan, mengisolasi, merawat korban, dan karantina, ” kata Dr Poonam Khetrapal Singh.

“Dengan kondisi dimana banyak Negara  sekarang bersiap untuk transisi menuju “New Normal” , di mana kehidupan sosial dan ekonomi harus dapat tetap berfungsi, maka terus melanjutkan pendekatan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat akan menjadi penting,“ tegas Dr Khetrapal Singh.

 

UJI PRA-KLINIS MENUNJUKKAN MEFLOQUINE BISA HENTIKAN EFEK SITOPATIK

 

Pills

Percobaan pra-klinis menunjukkan, bahwa dalam dosis yang kecil Mefloquine bisa menekan cytopathic effect / efek sitopatik (perubahan struktur sel) akibat  infeksi virus corona dalam waktu 48 jam,  Kepala Badan Biomedis Federal Rusia, Veronika Skvortsova mengatakan, Jumat.

“Percobaan pra-klinis yang dilakukan menunjukkan, bahwa obat Mefloquine sepenuhnya bisa 100%  menekan efek sitopatik virus Corona dalam 48 jam setelah infeksi, tetapi dalam dosis yang sangat kecil, yaitu 2 mikrogram dengan 1 mililiter”, kata  Skvortsova pada konferensi pers.

Menurut pejabat kesehatan Rusia itu, obat ini bisa menurunkan efek sitopatik virus sebesar 50-75% bahkan meski digunakan sebelum adanya infeksi, sehingga dapat digunakan sebagai langkah pencegahan.

Setidaknya 70 persen pasien yang diobati dengan Mefloquine mengalami peningkatan yang konsisten, Skvortsova menambahkan.

“Dengan Mefloquine, 70% bebas virus pada minggu pertama, tetapi penelitian ini masih terus berlanjut, tentu saja ini baru data awal. Perlu penelitian untuk diselesaikan dan data ini harus secara statistik dianalisis, “kata Skvortsova.

Setelah boom pandemi coronavirus, petugas medis menaruh harapan pada Remdesivir, obat coronavirus yang diproduksi oleh perusahaan biofarmasi AS Gilead Sciences. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa obat telah  gagal sejak awal.

 

WHO :  VIRUS INI TIDAK AKAN LENYAP MESKI VAKSIN TELAH DITEMUKAN

main article image

“Saya kira baik saya atau siapapun tidak akan dapat memprediksi kapan atau bagaimana penyakit ini akan hilang,” kata Direktur Eksekutif WHO untuk Keadaan Darurat Kesehatan Mike Ryan saat konferensi pers pada hari Rabu 13/5.

“Kita punya satu harapan besar, bahwa jika kita telah menemukan vaksin yang sangat efektif yang bisa kita distribusikan kepada semua orang didunia yang membutuhkannya, maka mungkiin kita punya kesempatan untuk melenyapkan virus ini.

Tetapi vaksin itu harus tersedia. Dan harus sangat efektif. Dan Itu harus tersedia untuk semua orang, dan kita semua harus mau menggunakannya. “

Penilaian kasar Ryan itu dikeluarkan  hanya beberapa jam setelah kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan kepada Financial Times, bahwa mungkin diperlukan “empat hingga lima” tahun untuk “mengendalikan” virus corona, dia menambahkan bahwa tidak ada “bola kristal” (petunjuk) untuk mengetahui apakah semua ini akan membaik atau wabah ini akan semakin buruk, atau apakah kita akan dapat mengembangkan vaksin yang efektif.

Bahkan untuk sampai bisa mendapatkan vaksin itu di pasaran,  masih merupakan angan-angan yang besar. “Virus ini mungkin tidak akan pernah hilang,” katanya.

Sebagian besar orang di dunia masih belum terpapar COVID-19, yang berarti dunia masih dalam posisi yang sangat rentan.

“Jumlah orang di populasi dunia  saat ini yang telah terinfeksi sebenarnya masih relatif rendah,”  merujuk pada tes darah baru-baru ini di seluruh dunia untuk mencari antibodi, yang sejauh ini (meskipun pengujian ini masih agak belum bisa diandalkan) dia menyebut masih kurang dari 10% populasi  dunia yang sudah terpapar coronavirus.kata Ryan

Dengan belum ditemukannya vaksin, maka, mungkin akan butuh bertahun-tahun bagi penyakit ini untuk kemudian menetap “ke fase endemik”, di mana telah banyak orang yang terpapar, dan virus ini akan beredar seperti virus musiman lainnya. kata Ryan.

“Bahkan dengan upaya secepat apapun, kita tidak melihat bahwa vaksin akan berperan untuk bisa mebuat individu untuk bisa kembali ke sekolah ,” kata Fauci.

Jika toh vaksin bisa tersedia di tahun-tahun mendatang, masih banyak juga  masalah yang harus dipecahkan, seperti masalah politik, keuangan, logistik, jumlah manusia, bagaimana vaksin itu akan didistribusikan secara adil dan murah, dan apakah akan cukup tersedia alat injeksi yang beredar.

“Sains mungkin dapat membuat vaksin,” kata Ryan, “tetapi jika ada seseorang yang membuatnya, maka kita harus membuatnya dalam jumlah yang cukup agar semua orang bisa mendapatkan sesuai dosisnya, dan kita harus dapat memberikan itu, dan semua orang harus mau mendapat vaksin itu. Setiap langkah itu penuh dengan tantangan. “

Menurut jajak pendapat Morning Consult yang diambil awal bulan ini, hanya sekitar setengah (53%) orang dewasa di AS yang berusia 35-44 yang mengatakan dengan pasti bahwa “Ya, saya mau divaksinasi” untuk COVID-19, jika vaksin itu telah ada.

Demikian juga, persentase orang dewasa AS yang merasa “sangat nyaman” dengan vaksinasi semakin menurun, dan jumlah orang yang mengatakan bahwa mereka “sama sekali tidak nyaman” dengan vaksin terus meningkat, bahkan saat survey ini dilakukan pada Januari lalu di tengah-tengah pandemi dahsyat ini, menurut survei CivicScience.

“Maafkan saya jika saya sinis, tetapi (saat ini saja) kita masih punya beberapa vaksin yang sangat efektif di planet ini yang belum kami gunakan secara efektif untuk penyakit-penyakit (lain) yang harusnya bisa kami lenyapkan, dan kami belum melakukannya,” kata Ryan.

“Kita kurang memiliki kemauan, kita tidak memiliki tekad untuk berinvestasi dalam sistem kesehatan untuk mewujudkan itu, digarda terdepan kita tidak punya kemampuan untuk menjaga perawatan kesehatan primer.

 

UJI KLINIS OBAT FAVIPIRAVIR MENUNJUKKAN PASIEN SEMBUH 2X LEBIH CEPAT

Uji klinis obat coronavirus Favipiravir telah menunjukkan hasil positif, dimana mayoritas pasien menunjukkan proses penyembuhan dua kali lebih cepat  dibandingkan dengan cara pengobatan standar.

Pada Favipiravir telah dilakukan klinis pada  pasien yang terinfeksi coronavirus oleh perusahaan investasi farmasi Rusia ChemRar dengan dukungan Russian Direct Investment Fund (RDIF).

Obat ini memiliki beberapa keuntungan termasuk diantaranya secara signifikan mengurangi waktu penyembuhan pasien, dan ketersediaannya dalam bentuk tablet, membuatnya lebih mudah digunakan, kata pernyataan dari RDIF.

“Hasil positif pertama dari percobaan ini akan membuat percepatan izin dari Kementerian Kesehatan Federasi Rusia untuk dimulainya menggunakan obat, ini yang akan memungkinkan pengobatan pasien dengan Favipiravir di seluruh wilayah Rusia,” kata Kirill Dmitriev, CEO dari Russian Direct Investment Fund.

Data yang dikumpulkan menunjukkan, bahwa 60% dari kelompok yang diuji yang terdiri dari 40 pasien yang menggunakan favipriavir dites negatif virus setelah lima hari pengobatan, artinya dua kali lebih cepat dari terapi standar.

Sebelumnya, obat ini juga telah diuji di China, di mana juga dicatat dengan hasil yang sama. “Regulator dan pakar (diRusia) akan dapat memantau keamanan penggunaan Favipiravir  secara online, karena sistem khusus pemantauan pasca-pendaftaran sedang dikembangkan”, kata pernyataan itu.

Berbagai obat di seluruh dunia saat ini sedang menjalani pengujian cepat untuk memerangi pandemi coronavirus, yang saat ini telah menewaskan hampir 300.000 nyawa di seluruh dunia. Regulator telah melonggarkan aturan pembatasan pengujian  obat ini agar obat potensial ini bisa diadopsi secara luas.

Di AS, obat-obatan yang termasuk golongan Remdesivir dan Famotidine telah menunjukkan hasil positif, sementara kombinasi tiga obat antivirus baru-baru ini telah terbukti membantu meringankan gejala pasien dalam uji klinis kecil di Hong Kong.

 

DI UEA DITEMUKAN 2 STRAIN DENGAN 70 MUTASI YANG BERBEDA

Dua jenis virus korona Covid-19 yang mematikan dan 70 mutasi yang berbeda telah ditemukan di UEA, kata juru bicara Lembaga  ilmu pengetahuan UEA, Dr. Alawi Ali al-Sheikh.

Di seluruh dunia, para peneliti telah mengidentifikasi total ada  tiga jenis coronavirus sejauh ini. Ini termasuk strain utama (strain A), dan dua strain lainnya (B dan C) yang diturunkan dari Stran A, katanya.

Untuk menentukan jenis yang ada di UEA, para peneliti melakukan penelitian menggunakan temuan dari 49 pasien coronavirus dan menganalisis urutan genetik lengkap dari  25 kasus awal yang terdeteksi di negara itu.

Berdasarkan 25 kasus itu, penelitian itu menemukan bahwa 24 kasus memiliki strain B dari coronavirus, kata al-Sheikh, dia menambahkan bahwa sebagian besar kasus tersebut adalah pada individu yang telah melakukan perjalanan ke Eropa atau melakukan kontak dengan seseorang yang pernah terinfeksi.

Kasus lain, terdeteksi pada seorang turis Tiongkok yang tiba dari Wuhan, asal mula ditemukan virus corona baru itu, dan menurut al-Sheikh dia terinfelsi strain A,  

Temuan itu juga mengindikasikan adanya 70 mutasi yang berbeda dari virus ini di UEA, 17 di antaranya belum diidentifikasi dalam upaya mengurutkan virus, tambahnya.

“Ini merupakan pencapaian bagi UEA, di mana negara kami ikut berkontribusi dalam upaya komunitas ilmiah global untuk memahami COVID-19 dengan memberikan informasi ini ke basis data penelitian internasional untuk para ilmuwan dan peneliti,” pungkasnya.

 

DI NEW YORK MUNCUL PENYAKIT BARU TERKAIT CORONA

Three children in New York die of rare Kawasaki-like disease linked to Covid-19

Tiga orang anak termasuk seorang bocah lelaki berusia lima tahun, telah meninggal karena sindrom peradangan misterius yang menyerupai penyakit Kawasaki atau toxic shock, kata Gubernur New York Andrew Cuomo. Fihak berwenang dinegara bagian New York mulai menyelidiki kasus baru tersebut.

Tercatat sampai saat ini telah ada sebanyak 73 kasus penyakit baru ini, yang menjangkiti balita dan anak-anak disekolah dasar di New York, kata pernyataan kantor gubernur.

Penyakit ini diyakini ada kaitannya dengan coronavirus baru (Covid-19) yang telah melanda negara bagian ini selama lebih dari dua bulan terakhir ,dan sejak itu menginfeksi hampir 333.000 dan merenggut lebih dari 26.000 jiwa.

New York bukanlah kota pertama yang melaporkan adanya sindrom peradangan baru pada anak-anak di tengah epidemi Covid-19 ini. Sebelumnya, dokter di Inggris menyatakan keprihatinannya tentang munculnya penyakit serupa yang digambarkan menyerang anak-anak di Inggris.

Penyakit ini sering diperbandingkan dengan penyakit Kawasaki , penyakit  langka yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyerang anak-anak di bawah lima tahun, yang menyebabkan demam parah dan gejala mirip infeksi virus.

Masih belum jelas apakah penyakit yang tercatat  menjangkiti anak-anak di kedua sisi lautan Atlantik ini memang penyakit Kawasaki.

Sindrom ini telah dikenal selama sekitar 50 tahun, bahkan asal-usul pastinya tetap masih menjadi misteri bagi para ilmuwan. Namun penyakit itu sendiri dianggap cukup dapat diobati jika terdeteksi pada waktunya.

Berita kematian anak-anak karena penyakit ini menjadi perkembangan baru yang mengganggu yang memerlukan penyelidikan segera.

Andrew Cuomo telah memerintahkan Departemen Kesehatan New York untuk mempelajari penyakit itu dan memberikan definisi yang jelas atas kasus atas penyakit itu.

” Ini akan menjadi berita yang sangat menyakitkan dan akan membuka babak baru yang sama sekali berbeda dalam perjuangan kami melawan virus ini, dan Departemen Kesehatan Negara bagian New York saat ini sedang menyelidiki kasus-kasus ini untuk dipelajari lebih lanjut, sementara juga meminta masyarakat agar segera mencari pertolongan jika mereka melihat gejala sperti ini pada anak-anak mereka.”

 

WHO : VAKSIN COVID-19 BARU TERSEDIA PADA AKHIR 2021

Vaksin untuk Covid-19 belum akan tersedia hingga akhir tahun (2021) depan, kata Dale Fisher, ketua bidang Global Outbreak Alert and Response Network pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Timeline itu akan menjadi harapan yang “sangat masuk akal” karena diperlukan uji coba Fase 2 dan Fase 3 dari setiap vaksin untuk menjamin keamanan dan keefektifannya, Fisher menjelaskan.

Juga perlu ada peningkatan produksi dan distribusi, serta pemberian vaksin, katanya.

Fisher mengatakan  saat ini kami sedang mengejar target  untuk mewujudkan vaksin pada tahun 2021,  dimana lima studi saat ini sedang dilakukan untuk Fase 1.

“Kami perkirakan  bahwa pada sekitar bulan April, Mei ini kami akan berada pada studi Tahap 1, jadi ini berarti vaksin potensial telah ditemukan; kami sekarang sedang mencobanya pada individu, pada dasarnya untuk melihat apakah itu aman, “Fisher mengatakan kepada” Street Signs Asia “di CNBC pada hari Senin.

Uji coba saat ini akan memungkinkan “pengumpulan data awal” untuk menilai apakah vaksin ini secara potensial “benar-benar berfungsi,” sebelum dilakukan uji coba yang lebih besar tentang keamanan dan kemanjuran dapat dilakukan, kata Fisher, yang juga seorang konsultan senior di divisi penyakit menular di Rumah Sakit Universitas Nasional di Singapura.

Fisher juga mengomentari pernyataan  Presiden Donald Trump pada hari Minggu lalu, bahwa  bahwa dia yakin vaksin coronavirus akan bisa dikembangkan pada akhir tahun 2020 sebagai  “agak prematur.”

Sementara itu, Severin Schwan, CEO perusahaan farmasi raksasa Roche, juga menyatakan beberapa keraguannya atas kerangka waktu yang diusulkan presiden AS itu, dengan mengatakan bahwa perkiraan “pada akhir tahun ini” adalah merupakan target yang ambisius.

“Saya tidak ragu bahwa karena memang begitu banyak perusahaan yang mengusahakan vaksin secara paralel, dan seperti yang kita lihat kolaborasi hebat dengan fihak regulator termasuk FDA, kita sebenarnya dapat mempercepat persetujuan vaksin,” katanya kepada CNBC “Squawk Box Europe” pada hari Senin.

“Tapi tetap saja, biasanya butuh bertahun-tahun untuk mengembangkan obat baru. Sebagian besar ahli sepakat bahwa dibutuhkan waktu setidaknya 12 hingga 18 bulan hingga kita bisa vaksin itu tersedia dalam jumlah yang diperlukan untuk pasien.

 

Timeline pengobatan coronavirus yang potensial

Hasil awal dari uji klinis untuk antivirus antivirus  Remdesivir dari Gilead Sciences adalah cukup menjanjikan, dimana telah menunjukkan bahwa obat itu dapat mempersingkat waktu penyembuhan untuk pasien coronavirus yang dirawat di rumah sakit.

Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan AS telah memberikan otorisasi penggunaan obat tersebut untuk keadaan darurat.

Menurut Fisher, meskipun informasi tentang remdesivir sangat positif, tapi obat ini masih jauh untuk bisa disebut sebagai  obat ajaib yang terbukti secara nyata. Tetapi pada akhirnya, pertahanan terbaik terhadap Covid-19 adalah vaksin, yang akan “memberikan kekebalan di masyarakat untuk menghentikan wabah ini,” kata Fisher.

‘Herd Immunity’  alami bukanlah jalan yang harus ditempuh, ‘Herd Immunity’  mengacu pada situasi di mana telah cukup banyak orang dalam suatu populasi yang telah menjadi kebal terhadap suatu penyakit sehingga secara efektif menghentikan penyebaran penyakit.

Sampai vaksin itusiap, setiap individu harus memahami peran yang harus mereka mainkan dalam kesehatan masyarakat, kata Fisher. Dia menekankan bahwa perlu ada “pesan” terus menerus tentang itu. Alih-alih hanya mengandalkan langkah-langkah pelacakan kontak, upaya sederhana seperti menjaga jarak, menghadirkan diri kerumah sakit dan tidak keluar ketika sakit “sangat penting” dan perlu, kata Fisher.

 

PEROKOK AKTIF 80% LEBIH SULIT TERINFEKSI COVID-19

Perokok aktif 80% lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi  coronavirus Covid-19 dibandingkan yang bukan perokok, kata sebuah penelitian di Prancis yang mendorong para peneliti untuk memulai uji coba pemberian tambalan nikotin kepada pasien COVID-19, para pekerja kesehatan dilini depan, dan warga Negara lain.

Para peneliti di rumah sakit Pitié-Salpêtrière di Paris awal bulan ini mengamati bahwa hanya ada 5% dari 482 pasien COVID-19 yang datang kepada mereka antara 28 Februari dan 9 April adalah perokok aktif setiap hari.

“Dibandingkan dengan populasi umumnya di Prancis, populasi penderita Covid-19 menunjukkan tingkat perokok harian yang secara signifikan menunjukkan 80,3%  lebih sedikit pada pasien rawat jalan, dan sebesar 75,4% lebih sedikit pada pasien rawat inap,” Kata hasil penelitian yang dipimpin oleh Zahir Amoura di Rumah Sakit Pitié Salpétrière University dan Jean-Pierre Changeux, profesor emeritus neuroscience di Institut Pasteur Prancis.

“Dengan demikian, status perokok saat ini tampaknya menjadi faktor pelindung terhadap infeksi oleh SARS-CoV-2”, kedua peneliti itu berhipotesa. Baik Amoura dan Changeux menjelaskan dalam penelitian mereka bahwa nikotin yang terkandung dalam rokok dapat memengaruhi molekul COVID-19 coronavirus untuk dapat menempel pada reseptor dalam tubuh.

Sementara itu Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS dan WHO telah memperingatkan, bahwa perokok serta mereka yang menderita diabetes, penyakit jantung, atau penyakit paru-paru kronis, berada pada risiko yang lebih besar untuk berkembangnya  infeksi Corona menjadi lebih parah.

Penelitian sebelumnya pada saat awal terjadi  wabah coronavirus memberi kesan bahwa di Wuhan  China tempat virus korona berasal, perokok yang  terinfeksi penyakit itu bisa 14 kali lebih tinggi kemungkinannya  untuk menjadi parah.

Nikotin, seperti halnya molekul koronavirus, berikatan dengan reseptor di dalam tubuh. Para peneliti sedang melihat apakah nikotin menghambat interaksi molekul COVID-19 yang mencoba melekat pada reseptor yang sama.

“Tampaknya ada ‘efek perlindungan’ bagi perokok dalam risiko terinfeksi Covid-19. Ini adalah temuan yang agak kontra-intuitif yang pada tahap ini belum dipahami.  Karena saat ini, kebutuhan yang lebih mendesak adalah urusan terapi, maka kami bersama-sama menerbitkan hipotesa tentang itu, sebuah pendekatan yang saat ini tidak dilakukan dalam bidang biologi tetapi lebih sering dalam bidang fisika, “kata Changeux dalam sebuah wawancara dengan  “the Human Brain Project”.

 

SALING TUDUH ANTARA AS DAN CHINA TENTANG ASAL COVID-19

Lab P4. Institut Virologi di Wuhan China

Keinginan Barat untuk menyalahkan China atas merebaknya pandemi Covid-19 dilaporkan telah berkembang dengan munculnya dokumen setebal 15 halaman yang disusun oleh badan intelijen, yang kini telah bocor.

Dokumen itu dipaparkan oleh surat kabar Australia Sunday Telegraph, disiapkan oleh fihak yang menyebut sebagai concerned Western governments“. Media Australia itu menyebutkan bahwa badan intelijen ‘Five Eyes’ sedang menyelidiki pemerintah China yang sementar ini juga menuding AS, Australia, Selandia Baru, Kanada dan Inggris.

Para peneliti itu menemukan beberapa cara yang cukup aneh pada respon pemerintah China terhadap wabah ini, yang dianggap dilakukan dengan cara yang negatif dan bahkan menyeramkan. Tulisan itu merujuk pada penelitian yang mengklaim bahwa virus corona Covid-19 ini telah difabrikasi (di modifikasi) di laboratorium. Konsensus komunitas ilmuwan mengatakan sebaliknya, sementara intelijen AS setuju dengan posisi ini.

Studi itu sendiri telah ditarik karena tidak ada bukti langsung yang mendukung teori tersebut, seperti yang diakui penulis Botao Xiao.

Sebagian besar dari dokumen tersebut tampaknya didedikasikan untuk Institut Virologi Wuhan dan salah satu peneliti papan atasnya  Shi Zhengli, yang memiliki karir panjang dan terkenal dalam mempelajari coronavirus seperti SARS, dan kelelawar sebagai reservoir alami mereka.

Tampaknya Makalah itu tidak tertarik untuk menyoroti keterkaitan virus itu dengan kelelawar, tetapi lebih suka untuk mengklaim bahwa pandemi Covid-19 berawal sebagai kebocoran virus dari laboratorium.

Dokumen itu menunjuk penelitian yang disebut sebagai ‘gain-of-function research yang dilakukan oleh Dr. Shi. Penelitian itu bertujuan mengidentifikasi kemungkinan mutasi pada infectious agents yang mungkin terjadi secara alami dan membuat virus menjadi jauh lebih berbahaya bagi manusia.

Menciptakan Varian baru dengan mutasi seperti itu di laboratorium, akan memungkinkan untuk disiapkan sebagai  wabah, meskipun apakah penelitian tersebut sepadan dengan risiko kebocoran virus yang tidak disengaja, atau bahkan ditujukan sebagai serangan bioterorisme, kini telah menjadi bahan perdebatan.

Namun, dalam isi dokumen itu tampak jelas mempertanyakan:

Kemungkinan bahwa China telah kehilangan kendali atas salah satu sampel berbahaya virus itu, dan kemudian berusaha melakukan apa saja untuk menutupinya? Dugaan kebingungan China itu tampaknya menjadi fokus utama dari dokumen itu.

Dokumen itu mengklaim bahwa Beijing telah terlibat dalam “penghancuran barang bukti” termasuk dengan segera mendisinfeksi pasar makanan yang diyakini sebagai titik nol penyebaran pandemi Covid-19.

China juga dituduh munafik karena memberlakukan larangan perjalanan internal dari provinsi Hubei, tapi sebaliknya menentang dihentikan larangan penerbangan internasional.

“Jutaan orang telah meninggalkan Wuhan setelah terjadi wabah itu, dan sebelum Beijing melockdown kota itu pada 23 Januari,” kata surat kabar itu.

“Sepanjang bulan Februari , ribuan orang telah terbang ke luar China.  Beijing menghimbau agar AS, Italia, India, Australia, tetangga Asia Tenggara, dan negara-negara lain untuk tidak melindungi diri mereka sendiri melalui pembatasan perjalanan (internasional), padahal China sendiri memberlakukan pembatasan ketat di negaranya.

 

ILMUWAN AS RILIS METODE DETEKSI DINI CORONAVIRUS

A medic wearing protective gloves shows a test kit as he works at a mobile laboratory for coronavirus disease (COVID-19) testing in Bangkok, Thailand, April 9, 2020.

Para Ilmuwan AS Merancang sebuah metode penguji dini Coronavirus yang mendeteksi individu yang belum 24 jam terinfeksi virus Covid-19, sebelum mereka akan menularkan kepada orang lain.

Perkembangan itu dirillis ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah mengizinkan penggunaan remdesivir, obat yang awalnya dikembangkan untuk mengobati Ebola.

Obat Ini akan digunakan pada orang yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19.

Sebuah uji coba terbaru menunjukkan bahwa remdesivir membantu mempersingkat waktu pemulihan, namun itu tidak bisa meningkatkan tingkat harapan sembuh.

Para Ilmuwan yang bekerja untuk militer AS itu telah merancang pengujian COVID-19 yang berpotensi mengidentifikasi pembawa virus sebelum menjadi infeksius dan bisa menyebarkan penyakit ini, lapor The Guardian.

Para peneliti itu berharap bahwa hasil karya mereka akan dapat mendeteksi virus secapat  24 jam setelah seseorang terinfeksi , artinya 4 hari lebih cepat  dari pengujian yang ada sementara ini.

Tidak seperti tes usap hidung (Nasal swab) yang mencari keberadaan virus itu sendiri, pengujian baru ini akan melihat respons tubuh terhadap penyakit.

Proyek yang dikembangkan oleh  US Defence Advanced Research Projects Agency (DARPA) badan Pertahanan AS ini pada awalnya dirancang untuk dengan cepat mendeteksi Germ (infeksi Kuman) kuman dan deteksi adanya serangan bahan kimia, tetapi dicoba diterapkan untuk mendeteksi wabah coronavirus.

“Cara pengujian ini masih akan dievaluasi oleh  US Food and Drug Administration (Badan pengawas obat dan Makanan AS) dan jika disetujui maka akan bisa menjadi ‘game changer’ yang penting, Konsep ini akan mengisi kesenjangan metode diagnostik di seluruh dunia”, kata Dr. Brad Ringeisen, kepala Badan teknologi biologi DARPA.

Perkembangan itu terjadi ketika beberapa negara sedang bersiap untuk melonggarkan kebijakan d Lock down yang tadinya ditujukan untuk menghambat penyebaran virus. Tapi para penentang pelonggaran Lockdown mengatakan, langkah  ini akan bisa menyulut munculnya gelombang kedua wabah ini.

 

TERAPI DENGAN PLASMA  MASIH DIPERDEBATKAN

Blood plasma bags

Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan bahwa transfusi plasma dari pasien yang telah sembuh, mengandung antibodi yang efektif melawan coronavirus , dan dapat digunakan untuk mengobati kasus COVID-19 yang parah.

SEmentara Otoritas pengawasan Obat dan  Makanan AS juga telah menyetujui penggunaan terapi plasma untuk pasien COVID-19.

Tapi beberapa hari setelah AS menyetujui uji klinis terapi plasma untuk pengobatan COVID-19, India telah menolak pengobatan dengan cara ini, India mengatakan bahwa cara itu masih dalam tahap percobaan.

Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India, Lav Aggarwal mengatakan belum ada bukti bahwa terapi plasma dapat digunakan sebagai pengobatan.

Menkes India itu  menyebutkan bahwa Dewan Penelitian Medis India telah meluncurkan studi tingkat nasional dan “bahkan Indian Council of Medical Research ICMR telah menyimpulkan hasil studinya dan bukti ilmiah yang kuatnya sudah ada, bahwa terapi plasma masih hanya bisa digunakan untuk tujuan penelitian atau percobaan”.

Menkes India Aggarwal memperingatkan, bahwa jika terapi plasma tidak digunakan dengan cara yang tepat dan di bawah pedoman yang tepat maka akan bisa menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.

“Sampai hal ini disetujui (oleh pemerintah India), maka tidak ada yang boleh menggunakannya, itu akan berbahaya bagi pasien dan ini ilegal,” kata Menkes India itu.

Pekan lalu, Menteri kesehatan di New Delhi mengatakan, bahwa terapi plasma diberikan kepada enam pasien diNew Delhi dan empat dari mereka sudah hampir sembuh. Mereka semua adalah pasien kritis.

Sementara Komisi Kesehatan Nasional China pada Maret menyebut terapi itu efektif pada beberapa pasien yang parah, dia memperingatkan agar tidak digunakan sebagai tindakan pencegahan bagi orang sehat untuk mendapatkan kekebalan.

Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS pada 24 Maret lalu mengumumkan, bahwa terapi plasma akan memungkinkan para peneliti untuk memulai eksperimen perawatan COVID-19 dengan memanfaatkan plasma yang diperoleh dari seorang individu yang telah pulih dari coronavirus.

 

TERCIPTANYA VAKSIN MUNGKIN MASIH LAMA – TAPI ADA ALTERATIF PERAWATAN

Covid-19 vaccine may be far away, but these alternate treatments are next best thing — study

Disaat banyak ahli melakukan uji klinis dan berjuang untuk mendapatkan vaksin untuk coronavirus, sebuah studi baru menunjukkan perawatan yang menjanjikan yang dapat digunakan sementara waktu sebagai alternatif untuk memerangi penyebaran Covid-19.

Sebuah  penelitian yang berjudul The Current and Future State of Vaccines, Antivirals and Gene Therapies Against Emerging Coronaviruses’ dan diterbitkan oleh Frontiers in Biology, menyarankan penggunaan antivirus terpilih dan terapi gen guna perawatan yang berpotensi memberikan hasil lebih cepat daripada vaksin apa pun, yang untuk mewujudkannya bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga lebih dari setahun.

Para peneliti dari University of North Carolina di Chapel Hill  bertujuan tidak hanya untuk mengobati pasien Covid-19, tetapi juga strain terkait dan varian potensial yang dapat muncul dimasa depan.

“Untuk membantu memfokuskan penelitian global untuk tujuan pengobatan, kami di sini bermaksuduntuk menyediakan sumber daya yang komprehensif tentang kemungkinan serangan terhadap SARS-Cov-2 dan coronavirus lain yang terkait, termasuk hasil dari semua uji praklinis dan klinis pada vaksin SARS dan MERS, ” kata Dr. Ralph Baric, profesor di Departemen Epidemiologi dan di Departemen Mikrobiologi dan Imunologi di UNC Chapel Hill, AS.

Perawatan paling efektif yang direkomendasikan oleh penelitian ini, selain menggunakan vaksin, adalah penggunaan antivirus seperti ‘analog nukleosida’, yang meniru materi genetik virus untuk kemudian dimasukkan ke dalamnya guna menghambat perkembangannya. Coronavirus memang dilaporkan mengandung enzim “proofreading” yang dapat menolak antivirus semacam itu, tetapi ada pengecualian untuk aturan tersebut.

Strategi lain adalah termasuk penggunaan ‘plasma darah dari pasien yang telah sembuh’  dan ‘antibodi monoklonal’, yang dibuat melalui bioteknologi untuk menjadi klon sel induk. Namun, cara yang terakhir ini juga terkendala oleh panjangnya waktu penelitian yang diperlukan.

Alternatif lain tercepat dan paling sederhana sebagai pengganti vaksin menurut para peneliti itu  dalah ‘terapi gen’. Imunitas jangka pendek dapat diberikan kepada pasien dengan memberikan ‘antibodi yang ditargetkan’, ‘imunoadhesin’, ‘peptida antivirus’, dan ‘imunomodulator’ ke saluran udara bagian atas.

Meski tindakan “imunisasi pasif” ini tidak memberikan kekebalan penuh terhadap virus ini, tapi penulis Dr. Long Pring Victor Tse percaya bahwa “dosis tunggal antivirus yang ditargetkan” ini dapat memberikan perlindungan kepada pasien dalam waktu seminggu dan bertahan hingga satu tahun.

Masih banyak perdebatan tentang kapan waktunya Vaksin untuk Covid-19 bisa ditemukan, dan bahkan apakah ada orang yang dapat mengembangkannya,  karena masih sedikit hal yang diketahui tentang virus ini. Ilmuwan China bahkan telah memperingatkan bahwa virus ini punya kemampuan untuk bermutasi tapi masih diremehkan orang, yang akan membuathambatan besar bagi penemuan vaksin yang potensial.

Kepala Petugas Medis Inggris Christopher Whitty, mengatakan kepada sebuah komite Parlemen pada hari Jumat bahwa ada bukti yang menyatakan bahwa pembuatan vaksin Covid-19 jauh lebih jauh dari yang diperkirakan.

“Pertanyaan pertama yang tidak kita ketahui adalah ‘Apakah Anda mendapatkan kekebalan alami terhadap penyakit ini jika Anda sudah pernah sembuh untuk jangka waktu yang lama?’ “.

“Jika ternyata tidak,  maka hal itu memang tidak akan membuat penciptaan vaksin menjadi mustahil, tetapi itu akan membuat kemungkinannya jauh lebih kecil,  dan kita sama sekali belum tahu.”

Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia WHO jum’at lalu mengumumkan bahwa para pemimpin dunia seperti Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berkomitmen sebesar $ 8 miliar untuk menghentikan penyebaran virus corona, serta untuk mengembangkan vaksin.

Di AS, kerangka waktu 12-18 bulan telah diluncurkan oleh para ahli seperti Dr. Anthony Fauci, yang duduk di satgas coronavirus Gedung Putih (untuk janka waktu mendapatkan vaksin).

 

PENELITIAN AHLI CHINA : SARS-CoV-2 BISA BERMUTASI DALAM LEBIH DARI 30 VARIAN

This illustration, created at the Centers for Disease Control and Prevention (CDC), reveals ultrastructural morphology exhibited by coronaviruses. Note the spikes that adorn the outer surface of the virus, which impart the look of a corona surrounding the virion, when viewed electron microscopically. A novel coronavirus, named Severe Acute Respiratory Syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), was identified as the cause of an outbreak of respiratory illness first detected in Wuhan, China in 2019. The illness caused by this virus has been named coronavirus disease 2019 (COVID-19).

Sebuah studi baru yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Zhejiang di Hangzhou, China, menemukan bahwa COVID-19 telah bermutasi menjadi setidaknya 30 varian virus yang berbeda, dan bahwa kemampuan virus corona yang baru ini untuk bermutasi selama ini telah banyak diremehkan.

Penelitian yang dipimpin oleh Profesor Li Lanjuan dan dipublikasikan di situs medRxiv.org pada hari Minggu, menganalisis jenis virus corona yang telah menginfeksi 11 pasien dari Hangzhou, di mana setidaknya ada 1.264 kasus penyakit yang dilaporkan.

Para peneliti menemukan bahwa ada lebih banyak mutasi dalam kumpulan sampel kecil dari yang sebelumnya telah dilaporkan. Dalam sampel itu , petugas mendeteksi adanya lebih dari 30 mutasi, dimana sekitar 60% di antaranya adalah jenis baru.

Beberapa perubahan itu sangat langka sehingga “para ilmuwan tidak pernah menganggapnya mungkin terjadi,” menurut South China Morning Post.  Tes laboratorium juga menemukan bahwa mutasi tertentu telah mengakibatkan strain virus korona yang lebih mematikan.

“Sars-CoV-2 telah melakukan mutasi yang mampu secara substansial mengubah tingkat patogenisitasnya,” tulis para peneliti di koran.

Studi ini juga menetapkan bahwa mutasi yang paling mematikan dalam kelompok sampel juga ditemukan pada jenis virus corona yang paling sering diidentifikasi di Eropa. Strain yang lebih ringan sebagian besar ditemukan di bagian AS, seperti negara bagian Washington. Sebuah studi yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa strain dominan di New York, negara bagian AS yang paling parah terkena virus ini diimpor dari Eropa.

Namun, para peneliti China juga menemukan bahwa mutasi yang melemahkan virus tidak berarti bahwa risiko untuk menjadi parah menjadi lebih rendah untuk semua orang. Dua dari pasien dalam kelompok sampel mengalami kontraksi yang lebih ringan tetapi masih perlu masuk ke unit perawatan intensif (ICU).

Para peneliti juga menemukan bahwa berbagai mutasi telah menyebabkan perubahan lonjakan pada protein coronavirus, yang digunakannya untuk mengikat pada sel manusia. Para peneliti menginfeksikan sel-sel dari berbagai jenis dalam pengaturan laboratorium dan menemukan bahwa jenis yang paling agresif dapat “menghasilkan 270 kali lebih banyak viral load dibandingkan jenis yang terlemah,” sehingga bisa membunuh sel lebih cepat, South China Morning Post melaporkan.

Hasilnya menunjukkan “bahwa keragaman sebenarnya dari strain virus ini masih kurang diperhatikan,” kata Li.

Li dan rekan-rekannya percaya bahwa memahami bagaimana strain bervariasi berdasarkan wilayah geografis dapat membantu menentukan cara terbaik untuk memerangi virus ini.

“Pengembangan obat-obatan dan vaksin, meski mendesak, perlu memperhitungkan dampak akumulasi mutasi ini … untuk menghindari kemungkinan jebakan,” kata para ahli China itu.

 

PENELITIAN DI JALANAN MASSACHUSETTS AS –  HAMPIR 1/3 ORANG TELAH TERINFEKSI COVID-19

Herd immunity? 1 in 3 test positive for Covid-19 ANTIBODIES in pilot Massachusetts street study

 

Hampir sepertiga dari 200 orang warga kota Chelsea di AS yang diuji secara acak, ditemukan memiliki antibodi yang terkait Covid-19, ini mengindikasi  bahwa virus itu bisa jauh lebih luas penyebarannya dan jauh lebih mematikan daripada yang diyakini.

Semua peserta pengujian “secara umum tampak sehat,” tetapi sekitar setengah dari mereka mengakui bahwa mereka telah menderita setidaknya satu gejala virus corona dalam sebulan terakhir, kata para peneliti Rumah Sakit Umum Massachusetts.

Mereka yang sebelumnya telah dinyatakan positif Covid-19  setelah pernah menjalani swab hidung reguler sengaja diikutkan sebagai sample penelitian. Sebanyak 64 dari 200 sampel darah dites positif memiliki antibody yang “terkait dengan COVID-19.” Namun, Dr. Vivek Naranbhai yang melakukan pengujian, memperingatkan bahwa hasil yang mengejutkan ini tidak berarti bahwa sepertiga dari populasi kota Chelsea telah tertular virus ini, dan sembuh sendiri tanpa disadari, dan bahwa banyak dari mereka yang diuji mungkin masih bisa menularkan.

Para peneliti itu menggunakan perangkat diagnostik cepat BioMedomics, yang belum disetujui oleh CDC dan dapat bereaksi positif palsu terhadap jenis virus corona lain, tetapi dengan akurasinya yang sekitar 90 persen masih dianggap cukup handal.

Studi jalanan itu juga sangat terbatas skalanya, dan tidak mewakili seluruh populasi karena mereka yang tinggal di rumah yang dalam isolasi mandiri, lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi. Tetapi tim peneliti percaya, bahwa data mereka dapat dianggap sebagai indikasi yang baik tentang keadaan sebenarnya dari epidemi dan tingkat “Herd Immunity” (kekebalan populasi) di kota berpenduduk terpadat kedua di Massachusetts itu.

“Saya fikir itu adalah kabar baik dan sekaligus kabar buruk,” kata peneliti utama studi tersebut Dr. John Iafrate kepada Boston Globe. “Kabar buruknya adalah bahwa ada wabah yang mengamuk di Chelsea, dan banyak orang yang berjalan di jalanan tapi tidak tahu bahwa mereka membawa virus itu … Kabar baiknya, hasil itu menunjukkan bahwa kota Chelsea telah berhasil melewati sisi baik dari epidemi ini. “

Sementara itu juga ada penelitian antibodi serupa dalam skala yang lebih besar oleh tim Universitas Stanford, yang melakukan pengujian darah pada 3.300 penduduk Santa Clara County, California dan juga menemukan bahwa virus corona dapat menginfeksi jauh lebih banyak orang daripada yang telah dilaporkan. Sebuah studi Denmark yang diterbitkan minggu lalu yang menggunakan metode yang sama, juga berkesimpulan yang sama.

Massachusetts saat ini adalah negara bagian yang paling parah ke-3 di AS, dengan lebih dari 36.372 kasus Covid-19 resmi dikonfirmasi dan 1.560 kematian, dan kota ini mengeluarkan perintah tinggal dirumah sampai 4 Mei. Para peneliti berencana untuk melakukan lebih banyak pengujian di Chelsea dan memperluas penelitian kekota-kota di Massachusetts lainnya, untuk mengumpulkan lebih banyak data representatif bagi pihak berwenang untuk membuat keputusan yang lebih baik untuk mencabut kebijakan pembatasan.

PENELITIAN : SUHU 60°C TIDAK MEMATIKAN VIRUS CORONA

Coronavirus can survive exposure to temperatures of up to 140°F (60°C) for relatively long periods of time, a study has demonstrated

 

Sebuah tim ilmuwan Perancis menyatakan bahwa  untuk membunuh virus penyebab coronavirus novel COVID-19 (nama virus : SARS-CoV-2) harus terkena suhu hampir mendekati titik didih air, agar bisa  memastikan tidak ada Virion (unit virus lengkap) yang berfungsi. 

Teori-teori sebelumnya bahwa cuaca yang lebih hangat akan menghambat  penyebaran virus corona baru telah terbantahkan setelah sabtu lalu muncul publikasi makalah ilmiah dari Perancis yang berjudul  “Evaluation of heating and chemical protocols for inactivating SARS-CoV-2” on bioRxiv.

Dalam makalah tersebut, Profesor Remi Charrel dan rekan-rekannya dari Universitas Aix-Marseille di Prancis selatan merinci bahwa memanaskan Virus SARS-CoV-2 hingga  suhua 60° Celcius selama satu jam penuh masih menyisakan beberapa strain yang masih hidup, dimana setelah proses pemanasan mereka masih dapat menduplikasikan diri.

Aturan standar pemanasan 60° Celsius selama 60 menit ini secara historis telah digunakan dalam pengujian laboratorium untuk menekan virus fatal, seperti Ebola.°°

Namun, ketika virus ini terpapar pada suhu 92° Celsius hanya dalam 15 menit, virus itu sepenuhnya tidak aktif.

Sementara itu, pemanasan dalam 60° Celsius  dapat mengakibatkan penonaktifan sampel dengan viral load yang rendah, sementara pengujian pada suhu 92° celcius terbukti lebih efektif (bisa mematikan virus).

“Hasil yang disajikan dalam penelitian ini membantu untuk memilih protokol yang paling cocok untuk menonaktifkan virus, guna mencegah paparan terhadap personil laboratorium yang bertanggung jawab atas pengujian baik  langsung dan tidak langsung pada virus Sars-CoV-2 (nama penyakit = Covid- 19) untuk tujuan diagnostik”.

Minggu lalu, Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS menerbitkan laporan yang diserahkan ke Gedung Putih yang menjelaskan bahwa, suhu musim panas yang lebih hangat hanya akan berdampak kecil pada penyebaran virus corona baru di AS, negara tertinggi didunia dalam kasus dan kematian COVID-19.

“Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa virus SARS-CoV-2 (Covid-19) penyebarannya menjadi kurang efisien di lingkungan dengan suhu dan kelembaban lingkungan yang lebih tinggi,” kata laporan itu.

“Namun, mengingat kurangnya tingkat kekebalan inang secara global, penurunan efisiensi penyebaran ini mungkin tidak mempengaruhi pengurangan yang signifikan dalam penyebaran penyakit ini.”

Para peneliti itu juga menyoroti bahwa “bukti musiman” ini juga tidak ditemukan pada penyakit pernapasan lainnya yang serupa, seperti pada sindrom pernafasan akut yang parah (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS).

 

Artikel penelitian Covid-19 yang lain :

This entry was posted in Semua Tentang Pandemi and tagged , , , . Bookmark the permalink.

38 Responses to UPDATE PENELITIAN COVID-19 – INFEKSI ULANG LEBIH BERESIKO

  1. Firman_91 says:

    Min kalo sy, selain dibingungkan virus ini jg dibingungkan mimin ini jenis org apa ya, koq bisa jg nganalisa virus?

  2. zan says:

    menurut admin, gimana pandangan admin soal vaksin yang dibuat billgates secara massal?
    apa itu benar2 vaksin atau ada rencana globalis lain untuk mengendalikan dunia dari tempat tinggi?

  3. flamboyan says:

    Assalamualaikum admin,
    1. Apakah sudah ada vaksin yang efektif dari Rusia dan China dalam rangka menangkal virus Covid-19?
    2. Bagaimana pendapat admin antara 5G dan Covid-19? adakah korelasi kedua hal itu?
    3. Jika skenario pemerintah kita pada akhirnya mewajibkan vaksin kepada seluruh penduduk indonesia untuk menangkal covid-19, apakah admin dan keluarga sebagai warga negara indonesia mau menerima untuk divaksin?

    Terima Kasih atas pencerahannya!

    • Tak teranalisa says:

      kalau anda masi terdata, mana mungkin anda bisa mengelak, kecuali menyendiri di alam liar. “Anda menggertak, maka siap ditembak”

    • The admin says:

      1. Belum ada, Penemuan ahli China ttg cepatnya virus ini bermutasi genetik, sepertinya membuat hambatan besar penciptaan Vaksinnya.
      2. Hubungan 5G dng covid-19 masih sekedar teori konspirasi. Dan Faktanya virus ini menyebarnya jg dinegara2 yg belum ada 5G.
      3. Masih terlalu jauh untuk ditemukannya vaksinnya.

  4. Tak terdekripsi says:

    Beberapa hari ini saya mulai bosan dan antipati dengan isu elit global. Hal yang dulunya menjadi antisipasi kini malah menjadikan saya mulai membaur dan melebur, skenario pengkondisian situasi selama sebulan terakhir rasanya telah berdampak pada psikologis hingga malas rasanya memikirkan hal yang berbau the globalis. Kalo ingin menjauh maka jangan hanya selangkah melangkah tapi mundur dengan ribuan langkah jangan berhenti hingga anda terengah-engah.

  5. Abu says:

    Menarik, dicermati.

    Ada 3 tahun sangat berat jelang munculnya dajjal (wujud) . Kekeringan dan kelaparan dimana mana, th pertama 1/3 “hujan” tdk turun, th kedua 2/3 “hujan” tdk turun, th ketiga 3/3 tdk ada “hujan” sama sekali….Lalu kemudian dajjal muncul (wujud)….

    Akankah Kekeringan dlm makna hadits tsb itu simbolis juga ? Seperti makna simbolis keberadaan dajjal dimuka bumi 40 hari maupun hadits tentang sungai eufrat yg memunculkan gunung emas…yg sarat makna simbolik

    Hujan definitif secara realnya adalah hujan / air. Sedang hujan secara simbolik dapat merupakan suatu yg memberkahi , membuat tanaman hidup subur, sumber air dan sumber kehidupan pada akhirnya org org bisa mencari rejeki bekerja, Penghidupan……

    Apakah Corona ini bentuk penyebab “kekeringan” panjang tsb….”hujan” ditahan tidak turun bertahap hingga 3 tahun yg super berat , kelaparan dimana mana….saat ini badai PhK mulai terjadi padahal baru 2 bulan semenjak awal maret corona dirilis disini , kelesuan ekonomi mulai terjadi disegala sektor, resiko kemudian mjd resesi parah dpt terjadi….

    Anehnya “Kekeringan” ini tdk cuma di satu dua negara namun diseluruh penjuru dunia…

    Jikalau benar demikian, mungkinkah bisa jadi obat corona ini aka PAKSIN dpt justru menjadi bentuk “hujan” yang dibawa oleh dajjal disaat manusia manusia nanti mengalami kekeringan parah dan frustasi (baik krn corona yg meluas, maupun krn imbas dari corona itu sendiri di ekonomi dan pangan?)…

    Mengingat dajjal nanti dapat menurunkan “hujan” …..

    Ditambah ditengah tengah situasi spt ini, Sentimen menjadi Rapuh, Trump sdh memiliki “bukti” Corona dari Lab Wuhan….dua negara adidaya makin panas hubungan.

    Plus 10 Besar negara terdampak corona terparah didunia sarat mengarah ke 2 Blok Rival…..Amerika dan sekutu Nato nya (prancis, UK, jerman dll kasusnya parah), lalu Cina dan yg anehnya akhir akhir ini Rusia mendadak masuk 10 Besar kasus corona terparah juga….

    Masing masing negara negara ini mengalami tekanan dan dampak luar biasa dari corona…yg bisa jadi memicu perang dengan senjata terkini yg mereka miliki, bisa jadi Dukhon terjadi ditengah tengah bencana “kekeringan” corona ini. Wallahu a’lam

    • Tiada Tau says:

      Sebaik ga usah deh sibuk bikin terori itu ini, ilmu kita terlalu dini untuk menelisik dan menganalisi yang suka digambarkan secara simbolisi maupun realisti hingga anda malah terjebak dalam imajinasi dalam pikiran anda seolah olah hadist nabi adalah film animasi.
      Ustaz menyuruh memperbaiki diri bukan malah sibuk mengeksplorasi. Ibadah dan takwa adalah kunci bukan malah sok berteori slayaknya ahli.

      • ihwanovic says:

        menurut saya, analisa untuk tafsir ayat alquran dan hadits adalah bentuk ikhtiar kita sebagai manusia yang diberi akal pikiran. jika kita pasrah saja apa kata ustadz, jalani saja hidup mengalir sebagaimana kelihatannya, ini akan memiliki implikasi serius tentang bagaimana kita mencerna fitnah akhir zaman yang bertebaran dengan sangat deras. kita bisa lihat kisah Khidr as dengan Musa as, pesan yang ingin disampaikan di sana adalah kita tidak boleh hanya melihat dari satu sisi, hanya menggunakan mata fisik, tapi kita juga harus melihat dengan mata batin, gunakan akal pikiran kita.

        ini lah yang menjadi sebab kenapa meskipun riba itu dikutuk, jauh lebih buruk dari dosa zina, tapi mayoritas ulama gagal dalam membendung fitnah riba karena mereka gagal memadukan ilmu agama dengan ilmu ekonomi riil, sehingga muncul klaim ajaib seperti pasar saham, valas dan surat utang saat ini adalah halal, karena ada alternatif embel2 syariahnya.

        wallahua’lam bisshawab

    • Siti Sumarni says:

      Ko aq sepemikiran dg mas abu.

  6. ihwanovic says:

    https://youtu.be/FLdc0jcLS9A

    ada ulasan menarik daei channel yang saya ikuti. saya tau admin anti teori bumi datar, jadi saya tidak akan paksakan ilmu ini untuk diterima. saya hanya ingin berbagi dengan anggota forum yang lain sebagai referensi bagaimana kita seharusnya menyikapi pandemi covid-19 ini

    • Tiada Menduga says:

      Saya juga tau aktor bumi datar juga ada di forum ini. Apakah saya benar dia ada dan berinisial M?

      • The admin says:

        ATTENTION PLS...
        Mohon kepada pembaca yang mau berkomentar agar :

        *. Menggunakan EMAIL yg masih Valid, Yang masih berlaku.
        * Menggunakan SATU NiCKNAME YANG SAMA setiap berkomentar.

        Agar tidak merepotkan kita harus mengangkat dari spam.

      • ihwanovic says:

        waduh, saya malah gak tau ada pendukung teori bumi datar di forum ini selain saya sendiri, dan inisial saya I bukan M, hehe.

        dulu saya seperti admin, anti dengan teori bumi datar karena ini teori bodoh, kita diajarkan sejak kecil bahwa bumi itu bulat, dan amerika pernah mengirimkan astronotnya ke bulan untuk membuktikan ilmu bahwa bumi itu bola yang mengelilingi matahari, opini ini terus saya pelihara sampai saya mempelajari maksud yang ingin disampaikan komunitas teori bumi datar di seluruh dunia. dan setelah saya dalami selama beberapa tahun ini, di sini lah saya berada, kami tercerahkan dan dapat melihat dunia dari kaca mata yang sangat berbeda, persis seperti Syaikh Imran Hosein yang menyadari bahwa dunia telah dikuasai Yakjuj Makjuj. Kami di komunitas bumi datar bukan ingin membuat orang-orang menjadi bodoh dengan teori baru, tapi kami justru ingin menawarkan ilmu yang selama 500 tahun ini dikubur dalam2 oleh para kabalis penyembah setan, golongan yang sama yang dimusuhi orang-orang di forum ini.

        jangan langsung menolak sesuatu yang baru yang kita sendiri belum mengenalnya. setidaknya, coba untuk mempelajari dan mengenalnya terlebih dahulu, terkait percaya atau tidak, itu adalah pilihan kita masing2.

    • Tofa says:

      Trus terang chanel tsb mnurutku, slain yg bhasan FE, ya sjalan dg web ini. Tntang nwo ato pd 3, sejalan tpi dari sudut pandang yg beda. Tpi pd bhasan FE sya no konen.

      • ihwanovic says:

        landasan datanya yang beda, kalau web ini pendekatannya dari eskatologi islam, sedangkan channel FE landasan utamanya lebih ke bukti dokumentasi dari berbagai bidang, ada ekonomi, sains, geopolitik dan masalah kontemporer, dan tanpa bias ke salah satu agama tertentu, oleh karena itu jerinx yang hindu juga bisa ikut tergabung dalam komunitas ini.
        terlepas dari perbedaan landasan berpikir, sebetulnya keduanya berfokus pada musuh yang sama, yaitu elit global. sayangnya kita malah lebih cenderung berdebat pada permukaannya saja, bukan di inti masalahnya, sehingga kami di komunitas bumi datar langsung dihakimi bodoh, terbelakang dan primitif padahal kesempatan untuk beradu argumen saja tidak diberikan, sehingga informasi yang beredar di luar sana hanya bersumber dari satu kubu, yaitu orang2 yang memang sudah benci sedari awal. istilahnya, bagaimana kami mau mengisi air ke dalam botol yang kosong jika botolnya saja ditutup rapat.

        • Riza says:

          ahaha iya jangan percaya min hoax2 kayak gini ane udah banyak nemu contoh selain rokok ada juga yg bilang orang yg minum “vodka (minuman keras) sulit terinfeksi, orang yg makan ini itu sulit terinfeksi bla bla blaa,
          @ihwamovic udah liat videonya soal konspirasi data kasus covid19 oleh media, aduuh ngeri juga tuh klo bener sebenarnya belum ada yg benar2 tewas murni karna virus covid19, dan rapid test sama pcr yg dipake.di indonesia nya pun tingkat akurasinya gk sampai 50%’

          • The admin says:

            Karena Covid-19 adalah virus yg berkarakter baru dan aneh, dan jangankan kita, para ahlipun masih meraba-raba seperti apa Virus ini sebenarnya, maka kita sajikan semua informasi penelitian yg ada, karena tidak semua orang bisa dan punya fasilitas untuk melakukan penelitian sendiri.

            Jadi ini bukan soal percaya atau tidak percaya, tapi kita kumpulkan saja info ttg virus ini sebanyak mungkin. Suatu saat pasti ada kesimpulan final dari para ahli yg meneliti virus ini.
            Apa yg bisa bisa simpulkan saat ini kita tulis dalam ulasan dibagian paling atas artikel ini. Kita juga gak awam2 banget koq dalam bidang teknologi, karena kita jg pernah Kuliah di Biologi, Electronics dan juga jurusan Elektro arus kuat.

  7. toni budiana says:

    admin gimana pendapatnya,ada ulama bilang bersiap karena yang paling terburuk akan datang dari wabah….wallohualam,….dia berpendapat karena jejak rekam zionist ….

    • The admin says:

      Baiknya kita dikasih tahu lebih spesifik apa pendapat beliau itu, atau lebih bagus linknya.

      • toni budiana says:

        lupa min hanya sekilas,….

        • toni budiana says:

          maksudnya gelombang kedua

          • The admin says:

            Kita blm prnh menemukan Hadits yg menyebut soal wabah gelombang kedua. Sementara ini pendapat yg masuk akal adalah bhw ini hanya akan berhenti setelah ditemukan Vaksinnya.
            Pesan kita, sampai 2025 kita hrs sangat hati2.

            • ihwanovic says:

              kalau sampai 2025, kita tidak perlu lagi mengkhawatirkan covid 19 ini, karena kerusuhan dan kelaparan yang disebabkan kolapsnya ekonomi akan membunuh orang jauh lebih banyak dari virus itu sendiri.
              saat ini dana pihak ketiga yang disalurkan oleh bank2 umum di indonesia sudah 95%, artinya hanya tinggal sisa 5% uang nasabah yang ada di kas bank2 tsb, dan jika 30% saja uang yang dipinjamkan bank ke dunia usaha ini mandek, beku karena gagal bayar yang disebabkan krisis ekonomi, tidak perlu tunggu sampai 2025, karena di Q2 dan Q3 2020 ini, kita akan melihat krisis yang ribuan kali lebih buruk dari krisis 1998. ini analisa ya, bukan ramalan.
              jika ada satu orang kehilangan pekerjaan, dan di sisi yang lainnya dia masih punya setumpuk cicilan kredit rumah dan motor yang harus dibayar, sedangkan tabungan sudah habis, tanpa jadi peramal pun saya akan bisa menebak dengan akurat bahwa orang ini akan jatuh bangkrut. sekarang, bayangkan jika kejadian ini menimpa mayoritas penduduk di satu negara, apa yang terjadi? itu lah sebabnya islam mengutuk keras riba jauh lebih buruk dari dosa zina, karena efeknya sangat destruktif, covid 19 ini ibarat jarum yang membuat gelembung bubble ekonomi yang dimotori hutang dengan bunga berbunga ini meletus seketika.
              wallahua’lam bisshawab

              • The admin says:

                Soal ‘economic boom bust’ baiknya tdk diungkap terlalu eksplisit, karena kita berada ditempat dan waktu yg sngt sensitif.

  8. ihwanovic says:

    saya kirim data valid ke email admin yang dapat membantah isu covid 19. tingkat fatalitas virus ini sangat rendah, dan pemberitaan media tentang virus ini justru akan mengalihkan kita pada isu yang lebih besar yang insya Allah sebentar lagi akan menghantam dunia, yang bahkan jauh lebih buruk dari virus itu sendiri

    • The admin says:

      Melihat karakternya memang virus ini sepertinya tidak ditujukan untuk depopulasi, tapi lebih kepada melumpuhkan ekonomi dunia, dan saya kira Krisis ekonomi dunia 2020 yang sejak beberapa tahun lalu dibicarakan orang itu sdh didepan mata. Tapi saat itu orang berfikir pemicunya adalah karena terlalu besarnya hutang negara2 dan korporasi2, dan tdk ada yg mengkaitkannya dng wabah.

      Tapi kita sendiri bahkan sdh melihat prosesnya justru sdh lama dimuali, palng tidak sejak ambruknya harga minyak dunia menjadi $48/barel pd 2015, yg anehnya saat itu Opec tdk melakukan respon standar yg biasa dilakukan sjk era 80an. Bahkan pada 2014 AS dan Inggris sdh melakukan simulasi ambruknya sistem perbankan.

      Jika diperbandingkan, situasi ini mirip dengan depresi ekonomi 1930, ada perang dagang, perang mata uang dan depresi ekonomi.jadi bisa disetarakan dng situasi dunia sebelum ww2 itu.

      • zan says:

        kalau begitu perang nuklir tak menutup kemungkinan akan terjadi sebelum tahun 2030… berkaca dari 1930 deprresion..

        dampaknya pasti lebih dahsyat daripada sekarang.. banyak penyakit2 aneh yang muncul karena mutasi yang lebih masif dibandingkan corona ini..

        semoga Allah SWT dapat memudahkan kita dalam melewati fase “endgame” ini hingga datangnya Almahdi dan Nabi Isa AS…

        • The admin says:

          Prediksi kita jauh lebih cepat dari itu, karena virus corona yg menghilangkan imunitas (virus terakhir) sdh muncul di inggris dan AS, pdhl kalo baca proyeksinya virus itu akan ‘dimunculkan’ sktr thn 2025.

          • zan says:

            hmm, berarti project depopulation nya bukan melalui perang nuklir ya… melainkan dengan virus “corona HIV” yang menular..

            btw untuk proyeksi tahun 2025 itu ada dokumennya??

            • The admin says:

              Depopulasi tentu hrs lewat perang nuklir. Virus, resesi ekonomi dsb itu hanya bagian dari membuat para penguasa superpower dan rakyatnya frustasi & kehilangan akal sehat sehabis2nya (exhausting).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *