Wawancara 75 menit Washington Post dengan Putra Mahkota Arab Saudi ini sudah dilakukan pada bulan 22 maret 2018 lalu, tapi informasi ini sangat disayangkan untuk dilewatkan, terutama untuk memahami siapakah sebenarnya negara dibalik merebaknya radikalisme dalam Islam.
Yang kita maksud adalah Radikalisme skala global yang bisa mengacaukan dan menghancurkan suatu negara, yang idenya dari musuh Islam Israel, kemudian didanai dan dipersenjatai oleh negara-negara Teluk sekutu setia Israel, untuk tujuan meruntuhkan penguasa yang tidak mau tunduk, atau bersekutu dengan Israel.
Tidak segan mereka mengeluarkan jutaan dolar untuk mendanai dan mempersenjatai terorisme, demi menyenangkan tuannya dengan mensukseskan agenda Israel menghancurkan negara penentangnya.
Mereka lebih memilih keselamatan dunia, dari pada keselamatan akherat, dan mengabaikan larangan Allah
Pada awalnya, penyebaran faham Wahabisme yang didanai oleh Saudi adalah dilakukan atas permintaan dari negara-negara Barat kepada Riyadh guna membantu melawan pengaruh Uni Soviet pada era Perang Dingin, Pangeran Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) mengatakan kepada Washington Post.
Menurut MBS, penyebaran ideologi Wahabi yang didanai oleh Saudi dimulai pada paruh kedua abad 20 setelah sekutu Barat Arab Saudi (AS dan Negara2 Eropa) mendesak Arab Saudi untuk berinvestasi (menyebarkan Wahabiisme), dengan cara (kedok) membangun Masjid dan Madrasah di luar negeri dengan dalih untuk membantu melawan pengaruh Uni Soviet dalam era Perang Dingin.
Putra Mahkota juga mengakui bahwa pergantian penguasa dalam pemerintah Saudi yang terjadi secara berturut-turut telah membuat semuanya kehilangan arah, dan sekarang “kita harus mengembalikan semuanya kejalurnya.”
Dalam sebuah wawancara 60 menit dengan TV CBS, putra mahkota membahas banyak sekali topik termasuk upaya reformasinya di dalam negeri, doktrin kaku yang lamban yang telah lama membuat Arab Saudi lambat merespon terhadap revolusi Iran tahun 1979, setelah itu Arab Saudi ingin meniru revolusi “model Iran” itu.
“Sebelum tahun 1979 Arab Saudi tidaklah seperti ini. Setelah tahun 1979 Arab Saudi dan seluruh wilayahnya telah mengalami kebangkitan . … Semua yang kami lakukan adalah untuk kembali keawal, yaitu Islam moderat yang terbuka bagi semua agama dan dunia dan semua tradisi dan seluruh manusia, ”kata MBS.
“Saya percaya Islam adalah agama yang masuk akal, Islam itu sederhana, tapi orang-orang telah berusaha membajaknya,” katanya kepada Washington Post.
Topik lain dalam wawancara ini adalah termasuk munculnya tulisan di media AS yang menyatakan MBS telah mengatakan bahwa penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner itu sudah dalam genggamannya.
MBS membantah laporan bahwa ketika dia bertemu Kushner yang juga menantu Donald Trump di Riyadh pada bulan Oktober lalu itu, dia telah meminta persetujuan, dan mendapat lampu hijau dari Kushner untuk melakukan tindakan keras terhadap tuduhan korupsi (bebarapa anggota kerajaan) yang menyebabkan penangkapan besar besaran atas banyak keluarga kerajaan tak lama setelah pertemuan itu.
Menurut MBS, penangkapan itu adalah murni masalah domestik dan telah biasa dilakukan Kerajaan selama bertahun-tahun ini.
MBS mengatakan, bahwa adalah sesuatu hal yang “benar-benar gila” baginya, jika mau bertukar informasi rahasia dengan Kushner, atau mencoba menggunakan (Khusner) demi (melobi) kepentingan Saudi dalam pemerintahan Trump.
Dia menyatakan bahwa hubungan mereka adalah dalam konteks pemerintahan yang normal, tetapi dia mengakui bahwa dia dan Kushner telah “bekerja bersama sebagai teman, lebih dari sekedar mitra.” Dia juga menyatakan bahwa dia juga memiliki hubungan baik dengan Wakil Presiden Mike Pence dan pejabat yang lain di dalam Gedung Putih.
Putra mahkota MBS juga berbicara tentang perang di Yaman, di mana koalisi yang dipimpin Saudi terus melancarkan serangan pemboman terhadap pemberontak Houthi dalam upaya untuk mengembalikan kembali Abdrabbuh Mansur Hadi sebagai presiden. Konflik itu telah membunuh ribuan orang, dan menyebabkan banyak orang mengungsi dan mendorong negara (Yaman) itu ke jurang kelaparan, dan merebaknya wabah kolera yang besar.
Meskipun koalisi Saudi banyak dituduh sebagai penyebab sejumlah besar kematian warga sipil dan mengabaikan nyawa sipil , tapi tuduhan itu ditolak oleh Riyadh , putra mahkota mengatakan bahwa negaranya belum punya “kesempatan” untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di negara (Yaman) itu. “Tidak ada opsi bagus dan opsi buruk. Pilihannya hanya antara yang buruk dan yang terburuk, ”katanya.
Wawancara dengan putra mahkota Saudi itu awalnya tidak direkam. Namun, kedutaan Saudi kemudian menyetujui Washington Post untuk menerbitkan bagian bagian tertentu dari wawancara tersebut.